Andrea Fitrianto selaku koordinator arsitek dari proyek pembangunan rumah bambu ini mengatakan, awalnya PAUD Kober Nurhikmat menempati rumah salah satu pengajar.
Selama dua tahun, anak-anak belajar di lantai dasar rumah yang dibuka menjadi PAUD.
Rumah yang berada di pinggir jalan antara kota Tasikmalaya dan Singaparna tersebut dianggap kurang representatif menjadi tempat belajar dan bermain anak.
Akhirnya, Rina Marlina selaku pengelola PAUD Nurhikmat, mengupayakan berbagai cara agar lokasi PAUD dapat pindah dari tempat tersebut.
Hingga pada 2016, dia bertemu dengan Andrea dan Architecture Sans Frontières Indonesia (ASF-ID).
"Ada banyak anak-anak dari keluarga miskin, dari keluarga anak yatim, mereka tidak bersekolah. Akhirnya tantangannya adalah di sarananya memang tidak memadai," ujar Rina Marlina dalam sebuah video yang diunggah ASF-ID dalam akun Youtube-nya.
ASF-ID atau "Arsitektur tanpa batas" merupakan organisasi arsitektural non-profit yang memberikan wawasan sosial kepada arsitek, sarjana arsitektur, dan mahasiswa lewat aksi arsitektural.
Andrea dan rekan-rekannya yang tergabung dalam ASF-ID kemudian membuat rancangan gedung dengan konsep umpak panggung. Desain ini dipilih untuk mempertahankan fungsi area sawah di sekitarnya.
Rencana pembangunan gedung sebenarnya sudah ada sejak 2016 lalu, dan menunggu hingga dana terkumpul di awal tahun ini. Baru kemudian gedung terealisasi dan bisa digunakan satu bulan lalu.
Pembangunan sendiri berlangsung sekitar dua bulan dengan total dana mencapai Rp 200 juta. Dana yang terkumpul berasal dari berbagai pihak.
Bambu dipilih menjadi material bangunan, karena kuat terhadap goncangan gempa. Seperti diketahui, Tasikmalaya merupakan salah satu wilayah rawan gempa. Bahkan selama satu dekade, wilayah ini sudah tiga kali diguncang gempa.
Di samping itu, Tasikmalaya juga dikenal sebagai pusat sentra kerajinan kriya terutama yang berbahan dasar bambu.
"Lalu kita cari cara supaya bambu ini menjadi bangunan yang permanen. Jadi bambunya diolah dulu baru bisa digunakan untuk bahan bangunan," ungkap Andrea.
Tiap bagian bambu tersebut kemudian disambung. Andrea mengatakan tiap sambungan harus kuat agar tidak mudah lepas. Untuk itu, setiap sambungan tidak menggunakan ijuk melainkan dengan mur, baut, serta baja.
Untuk itu, bambu harus diawetkan terlebih dahulu, sebelum bisa digunakan. Bambu yang digunakan merupakan jenis khusus yang paling kuat, yakni Dendrocalamus asper.
Andrea menambahkan, bambu yang memiliki diameter besar dan bilah-bilah panjang ini banyak ditemukan di Asia Tenggara.
Selain itu, bambu jenis Gigantochloa apus juga turut digunakan sebagai komponen tambahan.
"Bambu sebetulnya ada dua jenis, satu lagi bambu pring apus kalo di Jawa. Sisanya bahan biasa yang tersedia di toko bangunan kayak multiplek, lalu genting tanah liat," tuntasnya.
Detail bangunan
Andrea mengatakan, dinding miring ini berfungsi agar air hujan tidak langsung masuk ke jendela.
Bidang miring ini juga menambah kesan estetis bangunan. Menurut dia, rancangan struktur dinding ini cocok untuk iklim Indonesia.
Rangka utama bambu dirancang terpisah dari lantai untuk memungkinkan perluasan di masa mendatang.
Bagian dinding menggunakan bahan dari multiplek sementara atap terbuat dari genting tanah liat.
Bangunan PAUD ini mampu menopang beban hingga seberat 200 kilogram per meter persegi.
Sementara luas bangunannya mencapai 145 meter persegi.
Meski bangunan sudah berdiri, pihak PAUD masih mengupayakan sarana bermain luar ruangan bagi anak-anak.
Bangunan yang terdiri dari dua lantai ini memiliki tiga buah ruang kelas yang diperuntukkan bagi kelompok anak usia 4, 5, dan 6 tahun.
Kini PAUD Nurhikmat telah memiliki 28 orang anak didik dan 5 orang pengajar.
Ketika ditanya apakah pihaknya akan membangun gedung serupa, Andrea menjelaskan jika ada yang membutuhkan, maka pihaknya akan bersedia untuk memberikan bantuan.
"Tergantung respon, kalau ada yang datang ke kami lalu minta bangunkan kita kerjakan. Sampai sekarang ASF ini perkumpulan paruh waktu jadi diantara kita ini part time dan separuhnya probono," pungkas dia.
https://properti.kompas.com/read/2018/09/03/221028521/merawat-semangat-belajar-kanak-kanak-di-sekolah-berbahan-bambu