Dosen arsitektur Universitas Sebelas Maret dan pemerhati bangunan cagar budaya Titis Srimuda Pitana mengatakan, pemeliharaan harus dilakukan dengan hati-hati.
Sebab, hal ini bisa memengaruhi nilai artistik dan estetika bangunan. Perawatan dan pemeliharaan yang dilakukan asal-asalan dikhawatirkan bisa merusak bangunan.
"Nilai penting suatu bangunan sebagai objek cagar budaya salah satunya terletak pada nilai historisnya," ungkap Titis kepada Kompas.com, Rabu (29/8/2018) siang.
Dia menambahkan, penanganan bangunan cagar budaya harus melalui kaidah yang sudah ditetapkan. Selain itu, konservasi atau pemeliharaan secara menyeluruh harus didahului dengan kajian arkeologis.
Aturan tersebut, menurut dia, berlaku untuk segala jenis perubahan bangunan. Bahkan penambahan elemen baru harus memerhatikan apakah bahan dan metode yang digunakan bisa merusak tatanan artistik gedung atau tidak.
Jika ingin menambahkan elemen atau bangunan baru di sekitarnya, harus memperhatikan detail dan desain. Titis menambahkan, jangan sampai bentuk bangunan tambahan menyerupai bangunan aslinya.
"Kalau menyamai banyak orang bingung, yang mana bangunan asli, mana yang enggak," ujar laki-laki yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Cagar Budaya ini.
Selain itu, setiap upaya konservasi harus disertai dengan dokumentasi. Setiap upaya pendokumentasian perubahan bangunan cagar budaya bisa menjadi salah satu upaya untuk mengedukasi masyarakat mengenai sejarah dan arsitektur bangunan lawas.
"Pendokumentasian harus ada, jadi jejak heritage bisa ditelusuri," ujar Titis.
Pendokumentasian bisa berbentuk foto sebelum bangunan direnovasi. Ada pula yang masih menyisakan bagian asli bangunan sehingga masyarakat bisa mengetahui bentuk dan rupa aslinya.
https://properti.kompas.com/read/2018/08/30/130000121/renovasi-bangunan-cagar-budaya-harus-ekstra-hati-hati