YLKI mencatat kasus apartemen bodong mendominasi sektor properti selama 2017 dari total 60 aduan dengan 17 aduan yang menghasilkan refund.
Sisanya, keterlambatan serah terima 10 aduan, dokumen dan kualitas bangunan masing-masing 7 aduan.
Mereka yang merasa dirugikan, disarankan untuk memproses persoalan ini ke aparat penegak hukum.
"Kalau mau melakukan penuntutan, disarankan mereka melakukan secara kolektif," kata Wakil Sekjen DPP Real Estat Indonesia (REI) Bambang Ekajaya kepada Kompas.com, Senin (27/8/2018).
Pelaporan secara kolektif diperlukan agar memberikan efek besar pada pengembang nakal. Sebab, bila laporan hanya dibuat segelintir konsumen, biasanya pengembang akan mengacuhkannya.
"Misalnya, pengembang itu punya 1.000 pembeli, yang rewel cuma tiga, pengembang akan mengabaikannya. Kalau 1.000, 900 demo, pengembang akan gemetar," kata dia.
Meski demikian, Bambang menyarankan masyarakat juga membuat laporan ke asosiasi pengembang seperti REI. Hal itu untuk menjembatani proses mediasi antara pengembang dan pembeli untuk mencari solusi bersama.
Ia khawatir, bila konsumen langsung melapor ke aparat penegak hukum, justru kasus hanya akan dibawa ke ranah perdata saja. Bila hal ini terjadi, dikhawatirkan konsumen yang justru akan dirugikan.
"Kalau sudah sifatnya perdata, itu ada sebagian sudah ada yang terima, kemudian itu terjadi proses jual beli, dia bisa juga kan melakukan 'Oke saya setuju akan melakukan, tetapi proses pengembaliannya 3 tahun sebanyak 100 kali'. Itu kan dirugikan," kata Bambang.
"Sementara pengembang ketika sudah melakukan itu adalah salah satu jurus dia ngeles," imbuh dia.
https://properti.kompas.com/read/2018/08/30/100703921/ingin-tuntut-pengembang-lakukan-beramai-ramai