Sesuai namanya, Rika menggunakan bahan dasar kayu sebagai pembentuk konstruksinya. Kayu yang digunakan merupakan kayu rekayasa atau engineering wood yang berasal dari kayu cepat tumbuh seperti sengon.
"Jenis kayu ini bisa dipanen pada usia pohon kurang dari 10 tahun. Bandingkan dengan kayu solid usia pohon yang dapat digunakan untuk konstruki bangunan perlu 30 tahun," kata Kepala Puslitbang Perumahan dan Pemukiman Arief Sabaruddin kepada Kompas.com, Selasa (28/8/2018).
Kayu cepat tumbuh sengaja dipilih karena produksinya masif dan cepat. Dengan proses rekayasa, kayu diperkuat agar dapat memiliki struktur lebih kuat.
"Kelebihannya engineering wood ramah lingkungan, karena kita menggunakan kayu yang cepat rumbuh sehingga lebih cepat memulihkan hutannya," tambah Arief.
Arief menambahkan, konstruksi rumah menggunakan kayu juga relatif lebih mudah untuk dirancang tahan gempa. Pasalnya, sifat dasar materialnya lebih ringan bila dibandingkan beton dan batu bata pada umumnya.
Adapun untuk level magnitudo ketahanannya, tergantung pada lokasi rumah tersebut dibangun. Bila konstruksi dirangkai dengan standar yang telah ditentukan, serta menggunakan material berkualitas, dapat dipastikan rumah tersebut tahan gempa.
"Kekuatan samalah, karena bisa didesain oleh perencananya, tergantung dari zona gempa di mana akan dibangun, 8 SR (skala richter) bisa juga," kata Arief.
Saat ini Kementerian PUPR telah mengembangkan beberapa varian ukuran Rika, mulai dari tipe 27, tipe 36, tipe 54 hingga tipe 72. Untuk tipe, sebenarnya tidak memiliki batasan pasti.
Hanya, maksimum ketinggian bangunan baru dirancang untuk dua lantai.
Sementara, untuk proses pembangunannya, paling tidak diperlukan waktu 30 hari per satu unit rumah.
https://properti.kompas.com/read/2018/08/29/090000521/mengenal-rika-alternatif-hunian-anti-gempa