JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) meastikan tidak pernah 'alergi' dalam memanfaatkan material lokal saat membangun hunian bagi masyarakat.
Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR Khalawi Abdul Hamid menuturkan, pemerintah kerap menggunakan bahan alami sebagai material konstruksi.
"Rusun pun kami sudah lakukan inovasi," kata Khalawi saat menjawab pertanyaan Kompas.com soal standar rumah layak huni, Kamis (23/8/2018).
Ketika membangun rumah adat Honai di Papua, ia mencontohkan, material alami digunakan. Hal yang sama juga dilakukan saat membangun rumah bagi Suku Anak Dalam di Jambi yang menggunakan material kayu lokal.
Sementara itu, saat membangun Rumah Susun di Bali, pernak-pernik budaya Bali tak luput dimanfaatkan.
Demikian halnya ketika membangun Rusun di Palembang, yang dicat dan menggunakan songket khas wilayah tersebut.
"Di Padang itu ada bronjong atapnya. Jadi itu untuk memperindah sekaligus mempromosikan kebudayaan," tambah Khalawi.
Diberitakan sebelumnya, sebuah rumah adat yang hanya terbuat dari kayu di Senaru dan Batu Layar, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat tetap berdiri kokoh meski dihantam gempa bermagnitudo 7.
Sementara, rumah adat lainnya yang telah dimodifikasi dengan menggunakan semen dan batu bata, hancur.
Gempa yang mengguncang pada awal Agustus tersebut, telah merusakkan 71.962 rumah, yang terdiri atas 32.016 unit rusak berat, 3.173 unit rusak sedang, dan 36.773 unit rusak ringan.
Arsitek Akanoma, Yu Sing menilai, gempa di Lombok harus menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah. Selama ini, Kementerian PUPR telah membuat berbagai terobosan keliru terkait standar rumah yang dianggap lebih layak huni bagi masyarakat.
Misalnya, dengan mengganti material alami pada struktur rumah adat dengan beton atau batu-bata. Sementara, struktur rumah adat umumnya disusun dengan menggunakan material kayu, rotan, hingga bambu.
Namun, material tersebut dinilai pemerintah kurang mumpuni, sehingga diganti dengan material yang lebih kuat. Ironisnya, penggantian itu justru menimbulkan persoalan baru, yakni tidak tahan gempa.
"@kemenpupr sangat bertanggung jawab atas hal ini. Sudah terlalu lama standar rumah layak huni mengingkari kecerdasan nenek moyang (dalam beradaptasi hidup di jalur cincin api) & kekayaan sumber material alami bumi pertiwi yang harus digunakembangkan dan dilestarikan," tulis Yu Sing dalam akun Instagramnya, @iniyusing, Senin (20/8/2018).
https://properti.kompas.com/read/2018/08/24/173643021/pemerintah-tak-alergi-material-lokal-untuk-bangun-rumah-rakyat