Dia mengaku menyerahkan dan memercayakan pekerjaan desain venue Asian Games ini kepada para arsitek yang lebih mudah dan menurutnya lebih energetik.
Timmy hanya membantu menyiapkan materi desain, lalu memberikannya kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk kemudian dikerjakan oleh para pihak yang terlibat.
“Kalau di Asian Games sekarang saya diminta jadi penasihat atau dewan pakar, pengerjaan diserahkan ke yang muda-muda. Semua materi kami yang awali, lalu dikasih ke Kementerian PUPR,” imbuh pria yang juga berprofesi sebagai dosen arsitektur ini.
Untuk kepengurusan Persatuan Sepakbola Seluruh Indoneia (PSSI), dia mengaku sebagai ketua di komite lisensi.
Tugasnya adalah menentukan klub mana yang berhak mendapatkan lisensi, antara lain dengan mengadakan workshop tentang keamanan infrastruktur sepak bola untuk klub yang mengikuti liga di Indonesia.
Timmy akan merasa sangat menyesal dan berdosa bila suatu bangunan olahraga dibangun dengan dana yang terbatas, tetapi didirikan dengan asal-asalan, apalagi kalau sampai ada kesalahan.
Menurut dia, banyak hal secara teknis yang perlu diperhatikan, misalnya organisasi ruang dan sistem hubungannya.
Contoh lain yaitu saat membuat sudut kemiringan untuk kursi penonton. Itu juga harus diperhatikan agar jangan sampai penonton di kursi bagian atas tidak bisa melihat pertandingan di lapangan sepak bola.
Kiprah dalam profesi dan organisasi
Di luar dunia sepak bola, Timmy juga mempunyai pekerjaan sebagai konsultan yang menangani pembangunan gedung ataupun renovasi.
Ada juga kliennya dari perusahaan swasta, tetapi tidak banyak jumlahnya.
Timmy juga berprofesi sebagai dosen arsitektur di Universitas Tarumanegara sebagai almamaternya.
Di kampus ini, dia mengajar mata kuliah Studi Profesi dan Etika Profesi sebanyak dua kali dalam seminggu.
Namun, karena sudah pensiun, saat ini statusnya bukan lagi dosen tetap, melainkan dosen tidak tetap.
Meskipun dia mengaku tidak memiliki gelar strata 2, tetapi karena pengalamannya yang begitu banyak di dunia arsitektur Indonesia, bahkan di dunia, Timmy berkesempatan mengajar sebagai dosen dari kalangan praktisi.
“Saya termasuk dosen yang dapat rekognisi pengalaman lampau (RPL). RPL diperlukan karena dosen itu harus balance antara praktisi dan akademisi. Sekarang ini saya dipakai untuk mengajar S-1, bahkan S-2,” ucapnya.
Di IAI, organisasi yang digelutinya sejak 1978, Timmy juga pernah menjadi panitia pemilihan ketua umum dan pengurus di bidang luar negeri.
Selain itu, dia juga pernah menjadi anggota Tim Penasihat Arsitektur Kota (TPAK) DKI Jakarta antara 2011-14 untuk memberi kritik dan nasihat kepada gubernur mengenai keberadaan bangunan besar.
Untuk di dunia olahraga, selain kompleks Stadion Gelora Bung Karno, dia berkiprah dalam pembangunan kompleks olahraga di Jakabaring, Sumatera Selatan, tahun 2004.
Dia membantu pada awal pembangunan stadion, teramsuk pembuatan master plan-nya. Ada pula perannya di Aquatic Center Jakabaring untuk SEA Games 2011.
Kemudian, Timmy juga masih terlibat dalam pembangunan Stadion Papua Bangkit utk persiapan Pekan Olahraga Nasional (PON) tahun 2020.
Lampu padam
Sosoknya sebagai arsitek, terkesan tidak terlalu kaku. Dia mengisahkan kejadian lucu yang pernah dialaminya saat Piala Asia tahun 2007.
Sewaktu pertandingan antara Arab Saudi melawan Korea Selatan sedang berlangsung, tiba-tiba sebagian lampu di stadion padam.
Pertandingan pun dihentikan untuk sementara. Setelah diselidiki, penyebabnya yaitu sekering drop karena kelebihan pemakaian listrik di satu titik.
Timmy pun meminta waktu delapan menit untuk menyalakan kembali lampu itu. Akhirnya lampu menyala lagi dan butuh beberapa menit untuk bisa menerangi seluruh stadion, kemudian pertandingan pun dilanjutkan.
“Saya sampai dipanggil AFC, ditanya masalah itu. Akhirnya saya datang dan masalah selesai,” kenangnya.
Penghargaan
Salah satunya dari IAKS, asosiasi yang berkecimpung dalam fasilitas olahraga yang berbasis di Jerman.
Dia mendapat dua penghargaan atas perannya dalam pembangunan gelanggang olahraga (GOR) bulu tangkis dan GOR di Ragunan, Jakarta Selatan.
Dia juga memperoleh apresiasi dari IAI atas desainnya dalam pembangunan suatu masjid di Bukittinggi, Sumatera Barat.
Selain itu, Timmy menduduki peringkat pemenang kedua dalam sayembara dari IAI soal desain Kota Palangkaraya dan beberapa bangunan di sana.
Begitu pula di Dilli, Timor Leste. Dia kembali meraih posisi kedua dalam desain rumah budaya Indonesia.
“Sebetulnya enggak terasa, yang penting kerja aja. Kerja itu amanah, usahakan yang sebaik-baiknya,” ujar Timmy mengakhiri obrolan dengan Kompas.com.
https://properti.kompas.com/read/2018/08/15/220000521/mengenal-timmy-setiawan-arsitek-indonesia-berstandar-fifa-ii-