Tak jarang mereka ditolak dengan berbagai alasan, misalnya tidak memiliki izin usaha, laporan keuangan, usia yang telah lanjut, hingga status pekerjaan.
Padahal, kelompok pekerja informal ini rata-rata adalah pengusaha atau pedagang kecil seperti tukang bakso, tukang somay, tukang sayuran, tukang cukur, hingga tukang ojek.
Para pekerja informal inilah yang sering kali menjadi target para pengembang perumahan yang mengusung konsep syariah.
"Itu kami fasilitasi dengan pola KPR tanpa bank. Termasuk juga di komunitas muslim yang mereka tahu hukum tentang riba," kata Founder Developer Properti Syariah (DPS) Rosyid Aziz kepada Kompas.com, Rabu (15/8/2018).
Umumnya, pengembang properti syariah tidak bekerja sama dengan bank untuk menghindari riba. Calon pembeli bertransaksi langsung dengan developer, baik secara kontan maupun kredit.
Sistem angsuran yang berlaku pun tanpa bunga dan flat hingga tenor berakhir.
"Dengan tidak adanya bank, maka bebas dari BI checking," cetus Rosyid.
Selain tanpa proses tersebut, Rosyid mengklaim ada beberapa kelebihan dari jual beli properti berbasis syariah.
Misalnya, tidak ada denda ataupun penyitaan rumah bila ada pembeli yang terlambat membayar cicilan. Pembeli cukup berkomunikasi dengan developer bila ingin menunda pembayaran cicilan.
"Misalnya ada keperluan, mau dibayar bulan depannya, dijadwal ulang, dobel dua bulan ada yang seperti itu," imbuh dia.
Selain itu, akad yang digunakan adalah akad istishna atau pesan bangun. Akad ini digunakan untuk menghindari riba.
Umumnya, proses pemesanan hingga serah terima unit kurang lebih 6 bulan sampai satu tahun.
Namun, bila uang muka yang diserahkan cukup besar, maka proses pembangunan pun dapat dilakukan lebih cepat.
https://properti.kompas.com/read/2018/08/15/213101021/sasar-pekerja-informal-ini-kelebihan-properti-syariah