Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pengembang Masih Andalkan Fulus Internal Bangun Properti

Demikian hasil Survei Harga Properti Residensial Bank Indonesia (BI) yang dilansir pada Kamis (9/8/2018).

Menurut BI, pada triwulan II-2018, rata-rata penggunaan dana internal pengembang untuk pembangunan properti residensial sebesar 58,11 persen.

Sementara pinjaman perbankan sebesar 32,69 persen, dan pembayaran dari konsumen (sales) sebesar 7,35 persen.

Berdasarkan komposisi dana internal, porsi terbesar berasal dari laba ditahan dan modal disetor.

Salah satu pengembang yang menggunakan dana internal perusahaan untuk membangun proyek properti adalah PT Ciputra Development Tbk.

Komposisi ini, tentu saja tidak sama diterapkan pada seluruh proyek yang dikembangkan.

"Tentu komposisinya berbeda. Semua proyek yang recurring income pasti lebih membutuhkan modal kerja lebih besar. Karena kemudian setelah selesai menggantungkan dari pendapatan sewa, seperti mal, hotel, dan perkantoran," terang Harun menjawab Kompas.com, Jumat (10/8/2018).

Oleh karena itu, lanjut dia, CTRA mempertahankan average gearing 30 persen, baik dari recurring, pengembangan (development), maupun penjualan (sales).

Contohnya dalam membangun proyek Ciputra World Surabaya dengan total investasi senilai Rp 3 triliun. Nilai investasi ini sudah termasuk lahan.

Awalnya CTRA melakukan pinjaman ke perbankan senilai Rp 480 miliar. Namun, karena prinsip harus mempertahankan keseimbangan finansial, utang CTRA berubah menjadi hanya Rp 200 miliar.

Harun menegaskan, pengelolaan utang sangat penting. Terlebih ketika kondisi ekonomi tiba-tiba melambat. 

"We have to have the balance sheet to withstand the weather," kata Harun.

Hal senada dikatakan CEO Triniti Land Ishak Candra. Menurut dia, proyek bagus adalah "dana" itu sendiri. Maksudnya, proyek bagus pasti dilirik dan dibeli konsumen.

Pada gilirannya, tingkat penjualan bagus, dan dana pun mengalir untuk memperkuat konstruksi finansial perusahaan dalam merealisasikan proyeknya.

Collins Boulevard, di Tangerang, kata Ishak, merupakan proyek yang memenuhi segala persyaratan yang diinginkan konsumen.

Lokasi strategis, konsep desain bagus, rekam jejak pengembang juga baik, tawaran investasi menarik, dan pembangunan tepat waktu.

"Utang bank menjadi tidak berarti. Karena penjualan proyek ini bagus. Kas internal kita andalkan dan juga penjualan," cetus Ishak.

"Karena bunga bank di Indonesia tidak memadai buat bisnis, masih tinggi," ungkap Richard.

Bunga tinggi, kata Richard, malah hanya akan membuat properti menjadi tidak feasible secara bisnis. Padahal di negara lain, bunga bank hanya satu digit, bahkan di bawah angka 6 persen. 

Jika masa pembangunan konstruksi tiga tahun hingga lima tahun, dengan bunga dua digit kemudian dikalikan pembangunan dan segala macam faktor risiko, sangat tidak memadai.

"Jadi, mayoritas kami menggunakan dana internal," tuntas Richard.

KPR

Sementara itu dari sisi konsumen, fasilitas kredit pemilikan rumah (KPR) tetap menjadi sumber pembiayaan utama bagi konsumen dalam membeli properti residensial.

Hasil survei mengindikasikan sebagian besar konsumen atau 75,21 persen menggunakan fasilitas KPR untuk membeli properti residensial, kemudian 16,13 persen dengan tunai bertahap dan 8,66 persen tunai keras.

Sementara itu, pencairan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) pada triwulan II-2018 sebesar Rp 958 miliar atau secara tahunan melonjak 102,11 persen.

Angka ini lebih tinggi dibandingkan -38,81 persen pada triwulan sebelumnya dan 49,54 persen pada periode yang sama tahun lalu.

Secara nasional, porsi penyaluran FLPP terhadap penyaluran KPR pada triwulan II-2018 sebesar 4,3 persen.

https://properti.kompas.com/read/2018/08/10/210742921/pengembang-masih-andalkan-fulus-internal-bangun-properti

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke