Di berbagai wilayah Jakarta, tanah menjadi rebutan berbagai kelas ekonomi masyarakat.
Menurut Sekjen Dewan Pengurus Pusat Realestat Indonesia (DPP REI) Totok Lusida, kenaikan harga tanah itu dipengaruhi sejumlah faktor, antara lain karena perkembangan ekonomi dan infrastruktur.
“Banyak faktor, kebutuhan tanah di Jakarta itu mendesak karena perkembangannya dan infrastruktur yang sudah siap,” kata Totok saat dihubungi Kompas.com, Rabu (8/8/2018).
Dia menuturkan, kesiapan infrastruktur itu meupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi kenaikan harga tanah.
Hal ini juga berarti bahwa kondisi perekonomian mengalami perkembangan ke arah yang lebih baik.
Perbaikan perekonomian itulah yang secara langsung memberi dampak pada nilai aset properti, misalnya rumah, apartemen, dan tanah.
“Otomatis pengaruh ke nilai-nilai aset properti, tapi tergantung supply and demand juga,” ucap Totok.
Faktor lain yang juga bisa menjadi penyebab kenaikan harga tanah, ujarnya, yaitu program relaksasi untuk sektor properti.
Sebut saja relaksasi perizinan berupa Paket Kebijakan Ekonomi XIII yang dijabarkan dalam PP Nomor 4 Tahun 2016 dan relaksasi pembiayaan berupa pelonggaran loan to value (LTV).
Keringanan dalam memiliki aset properti yang dirasakan masyarakat karena program relaksasi LTV, misalnya, membuat pembelian properti semakin meningkat jumlahnya.
“Relaksasi itu bikin pembelian meningkat karena relaksasi dari BI, perbankan, dan pemerintah,” tuturnya.
Namun, dia belum bisa menyebutkan angka atau persentase kenaikan pembelian properti karena program relaksasi baru berjalan pada bulan Agustus ini.
Meski demikian, dia mengatakan mendapatkan informasi dari para pengembang bahwa penjualan proyek properti mereka mengalami kenaikan.
https://properti.kompas.com/read/2018/08/09/083256421/harga-tanah-tinggi-indikasi-perbaikan-kondisi-ekonomi