Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kementerian PUPR Klaim Penggunaan Komponen Impor Rendah

Namun, penundaan tersebut, diklaim Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), bukan sebagai faktor penyebab rendahnya penyerapan anggaran serta realiasi fisik tahun ini.

Berdasarkan data per 6 Agustus 2018, realisasi anggaran baru sekitar 38,1 persen dari total Rp 113,71 triliun atau sekitar Rp 43,32 triliun.

Sementara, realisasi fisik baru mencapai 41,78 persen. Capaian ini masih lebih rendah bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yaitu fisik 45,65 persen dan anggaran 38,26 persen.

Untuk diketahui, pembangunan infrastruktur turut mendorong pertumbuhan impor untuk memenuhi kebutuhan bahan baku dalam negeri. Jumlah impor yang lebih tinggi dibandingkan ekspor menyebabkan defisit neraca perdagangan.

Menurut Kepala Biro Komunikasi Publik Endra S Atmawidjaja, persentase tingkat komponen dalam negeri (TKDN) pada proyek yang dikerjakan Kementerian PUPR sangat tinggi.

"Rata-rata persentase TKDN 86,5 persen, sementara persentase impor 13,5 persen," kata Endra kepada Kompas.com, Rabu (8/8/2018).

Sementara, pada bidang Bina Marga 78,4 persen, Cipta Karya 94,38 persen, dan perumahan 76,65 persen.

Endra mengatakan, masih rendahnya serapan anggaran di Kementerian PUPR disebabkan dua hal. Pertama, adanya libur panjang pada saat musim mudik Lebaran 2018.

Kedua, masih adanya paket yang sedang dan belum terkontrak, terutama paket besar seperti bendungan yang menggunakan skema multi years contract (MYC).

"Untuk paket MYC yang sedang dan belum lelang ada 467 paket. Sementara paket SYC (single years contract) yang sedang dan belum lelang ada 455 paket," kata Endra.

Adapun nilai paket MYC setara dengan Rp 7,1 triliun, dan SYC setara dengan Rp 2,2 triliun. Sementara, secara keseluruhan total paket kontraktual yang ada di dalam Tahun Anggaran 2018 sebanyak 10.122 paket atau setara dengan Rp 87,6 triliun.

Sebelumnya, Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) tengah mengevaluasi proyek mana saja yang akan dihentikan sementara waktu.

Evaluasi dilakukan berdasarkan seberapa besar komponen impor yang terdapat di dalam proyek tersebut.

Upaya penundaan tersebut turut didukung Bank Indonesia (BI) guna menjaga defisit transaksi berjalan tahun ini.

"Memang untuk jangka pendek kita mengalami ekspor impor yang melebar. Beberapa kali disampaikan BI bahwa tahun lalu ekspor impor barang dan jasa kita defisit 17 miliar dollar AS dan tahun ini diperkirakan 25 miliar dollar AS atau lebih, namun kan bagus kalau kita bisa lebih selektif lihat mana yang proyek punya kandungan impor besar," kata Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara saat ditemui di kompleks BI, Minggu (29/7/2018).

Di sisi lain, Presiden Joko Widodo berharap agar pemerintah daerah tidak mempersulit regulasi investasi yang berorientasi pada ekspor.

Presiden mengakui, negara tengah mengalami defisit transaksi berjalan dan defisit neraca perdagangan. Pemerintah pun terus mendorong agar persoalan fundamental ekonomi tersebut dapat segera terselesaikan.

"Kalau persoalan fundamental ini bisa kita perbaiki, kita akan menuju kepada negara yang tidak akan terpengaruh oleh gejolak-gejolak ekonomi dunia," ujar Jokowi dalam pembukaan rapat koordinasi nasional pengendalian inflasi di Grand Sahid Hotel, Jakarta Pusat, Kamis (26/7/2018).

https://properti.kompas.com/read/2018/08/08/144204321/kementerian-pupr-klaim-penggunaan-komponen-impor-rendah

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke