Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Lika-liku Tinggal di Apartemen (II)

Kesan itu muncul sesuai latar belakang yang bersangkutan karena berdomisili di perkotaan, sehingga segala sesuatu yang menjadi kebutuhan hidupnya, termasuk tempat tinggal, harus sesuai dengan aktivitas sehari-hari.

Meski demikian, ketetapan memilih kediaman di apartemen bukan berarti tidak mengalami masalah dalam kehidupan pribadi dan sosial.

Hal itu bisa saja timbul karena apartemen merupakan lingkungan hunian yang ditempati oleh banyak orang dengan beragam latar belakang.

Sebut saja problem mengenai kebersihan, fasilitas, keamanan, perawatan, dan sebagainya yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Begitu pula yang dirasakan oleh Yunan, seorang pekerja media yang menempati Apartemen Green Park View di Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat.

“Dari harga masih tergolong oke. Belinya Rp 305 juta tahun lalu, pakai KPA BTN,” ujar Yunan saat mengawali obrolan santai dengan Kompas.com, Jumat (27/7/2018) di kantor tempat dia bekerja.

Setiap bulannya, biaya yang dia keluarkan untuk pemeliharaan kebersihan dan keamanan sebesar Rp 348.000. Ada juga biaya bulanan penggunaan air yang tidak disebutkan jumlahnya.

Selain itu, Yunan juga harus membeli token listrik rata-rata Rp 200.000 setiap bulan sesuai kebutuhannya sendiri.

Dari jumlah itu, ada potongan Rp 38.000 untuk fasilitas lampu penerangan di lorong, taman, dan sejumlah titik di dalam lingkungan apartemen.

“Jadi tagihannya cuma untuk air dan maintenance karena untuk listrik pakai token, biayanya tergantung pemakaian,” ucap Yunan.

Dengan demikian, para penghuni harus memastikan kecukupan jumlah tokennya untuk kebutuhan masing-masing.

Menurut Yunan, keputusannya memilih tinggal di apartemen itu karena bisa memiliki kebebasan atau privasi yang lebih baik dibanding tinggal di rumah tapak.

Selain itu, faktor keamanan juga dinilai lebih bagus karena tidak sembarang orang bisa masuk, apalagi langsung naik ke atas menuju unit yang dimaksud.

Di Apartemen Green Park View, kata dia, para penghuni mendapat kartu akses lift yang bisa dipakai untuk ke semua lantai.

“Kelebihan di apartemen itu soal kebebasan atau privasi, security-nya juga lebih bagus dibanding rumah. Orang enggak bisa langsung naik ke atas,” kata pria yang berkantor di daerah Palmerah, Jakarta Pusat, itu.

Alasan lain yang membuatnya memutuskan tinggal di apartemen, karena lokasinya yang relatif mudah dijangkau, baik dengan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum.

Lokasi apartemen itu pun masih di dalam Kota Jakarta. Jadi, ujar Yunan, waktu tempuh dari situ ke kantornya relatif cepat. Maksimal sekitar satu jam perjalanan.

Di samping itu, meski posisi apartemen itu bukan di pusat kota, tetapi lokasi di sekitarnya sudah berkembang.

“Misalnya tinggal di Bogor atau Tangerang Selatan kalau ke kantor perjalanan bisa sampai dua jam. Kalau di sini mau ngapain enggak usah jauh-jauh. Kalaupun mau pergi, transportasinya mudah,” imbuhnya.

Mengenai fasilitas, dia mengaku, di kompleks apartemennya tidak tersedia kolam renang, pusat kebugaran, atau sarana olahraga lainnya.

Fasilitas yang ada yaitu menyangkut kebutuhan pokok sehari-hari, seperti tempat makan, minimarket, dan jasa cuci pakaian.

Untuk parkir kendaraan, bagi pemilik sepeda motor dikenakan biaya Rp 100.000 per bulan, sedangkan mobil Rp 200.000 setiap bulan.

“Kadang suka kelebihan kendaraan yang parkir karena kapasitasnya terbatas. Jumlah tempat parkir yang disediakan enggak sebanding dengan jumlah kendaraan,” ujar Yunan.

Problem lain yang kadang muncul yakni menyangkut kehidupan bertetangga dengan sesama penghuni unit apartemen.

Tidak jarang ada suara yang mengganggu ketenangan, misalnya bayi menangis, orang bertengkar, atau orang yang sedang bertukang.

Begitu pula ketika ada tetangga yang memasak, acap kali bau masakan itu menyebar ke unit lain di lantai yang sama.

Penyebabnya antara lain kurang berfungsinya alah pengisap udara sehingga bau masakan itu bisa tercium ke mana-mana.

“Kalau orang suka lingkungan yang tenang akan sangat terganggu. Enggak enaknya juga kalau ada yang masak, baunya bisa ke mana-mana. Kadang alat pengisap enggak begitu berfungsi,” tambah Yunan.

Dia pun bisa melaporkan gangguan itu ke pengelola apartemen, baik secara lisan, lewat telepon, maupun melalui aplikasi WhatsApp.

Nantinya pengelola yang mengingatkan ke penghuni yang dianggap bermasalah sehingga keributan bisa dihindari.

Mengakhiri pembicaraannya, Yunan mengatakan bahwa salah satu hal penting tinggal di apartemen adalah perawatan segala macam fasilitas dan pelayanan yang diberikan kepada penghuni.

“Kita harus pastikan apartemen tetap hidup. Kalau sewaktu-waktu kurang pemeliharaan, bisa terlihat suram,” pungkasnya.

https://properti.kompas.com/read/2018/07/31/202035021/lika-liku-tinggal-di-apartemen-ii

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke