Hari ini, Senin (30/7/2018) menurut situs yang sama, Indeks Kualitas Udara (Air Quality Index) Jakarta menyentuh angka 191. Situs ini mengukur Indeks Kualitas Udara di beberapa Kedutaan Besar AS.
Sedangkan menurut AQICN, Indeks Kualitas Udara menyentuh angka 160 pada pukul 15.00 WIB.
Bahkan Indeks Kualitas Udara Jakarta sempat menyentuh angka 195 pada pukul 04.00 WIB.
Angka ini lebih buruk dari Beijing dan New Delhi yang terkenal sebagai kota dengan tingkat polusi paling tinggi di dunia.
Jika dibandingkan dengan kota-kota besar di Asia Tenggara, kualitas udara Jakarta lebih jelek dari Ho Chi Minh City Hanoi, Bangkok, Kuala Lumpur dan Singapura.
Beberapa kota di Indonesia seperti Palembang, Batam, dan Jambi juga masuk ke dalam pantauan AQCN. Dibandingkan Jakarta Indeks Kualitas Udara kota tersebut masih dalam batas aman.
Kondisi udara Jakarta
Menurut pantauan kualitas udara yang dilakukan Greenpeace, selama Januari hingga Juni 2017, kualitas udara di Jabodetabek terindikasi memasuki level tidak sehat (unhealthy) bagi manusia.
Kondisi ini bisa menimbulkan dampak kesehatan yang serius bagi kelompok sensitif, seperti anak-anak, ibu hamil, dan kelompok lanjut usia.
Partikulat (PM2.5) adalah partikel debu yang berukuran 2.5 mikron atau mikrometer. Jika dibandingkan dengan tebal rambut manusia, maka partikel ini memiliki ketebalan 1/30 nya.
Partikel ini sangat berbahaya karena dihasilkan oleh pembangkit listrik, transportasi, dan aktivitas industri.
Berdasarkan laporan ini pula, kualitas udara di kawasan Asia Tenggara, Afrika, dan wilayah Timur Mediterania sangat kurang.
Lebih dari separuh populasi di kota-kota besar dunia tinggal di kawasan yang memiliki indeks kualitas udara 2,5 kali lebih besar dari yang direkomendasikan WHO, dan hanya 16 persen dari total populasi urban yang tinggal di daerah dengan kondisi udara yang baik.
Dari beberapa kota yang dimonitor, wilayah tersebut termasuk ke dalam negara dengan pendapatan lebih besar.
https://properti.kompas.com/read/2018/07/30/153000121/jakarta-darurat-polusi-udara