Kemiskinan, tingkat kesejahteraan rendah yang turut berimbas pada kualitas kesehatan, merupakan sekelumit masalah yang timbul akibat persoalan ini.
Belum lagi munculnya kantung-kantung pemukiman kumuh yang justru merusak lansekap ibu kota. Ironisnya, pemerintah tak kunjung menyiapkan solusi komprehensif untuk mengatasi hal ini.
Sejauh ini, pemerintah masih mengandalkan pembangunan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) sebagai solusi mengatasi keberadaan kantung kumuh.
Rusunawa juga disebut menjadi solusi untuk mengatasi angka kebutuhan rumah (backlog) yang masih cukup tinggi hingga kini.
Namun, langkah tersebut justru dinilai kurang tepat oleh arsitek dari Sudio Akanoma, Yu Sing.
Ia menganggap, perkampungan yang didiami masyarakat kurang mampu saat ini memiliki potensi tinggi bila dikelola dengan baik, yaitu dari sisi status kepemilikan lahan.
Pemerintah dapat bekerja sama dengan masyarakat dengan cara merenovasi kampung. Anggaran yang digunakan dapat berasal dari realokasi dana untuk pembangunan rusunawa.
Sebagai gambaran, untuk membangun satu unit rusunawa dengan ukuran 25-30 meter persegi, paling tidak dibutuhkan anggaran Rp 100 juta-Rp 200 juta. Dengan kemauan pemerintah, anggaran tersebut dapat direalokasi untuk pembangunan kampung.
Nantinya, rumah sewa ini dapat dimanfaatkan untuk menambah pundi-pundi penghasilan masyarakat.
Dengan begitu, pada saat yang sama, pemerintah dapat mengatasi permasalahan kampung kumuh, menambah penghasilan masyarakat, sekaligus mengurangi angka backlog.
Namun, bila pemerintah merasa tidak memiliki cukup anggaran, maka dapat bekerjasama dengan pengembang perumahan untuk membangun rumah sewa di perkampungan ini dengan status hak guna bangunan.
Yu Sing pun menekankan, perlu adanya pendekatan persuasif yang dilakukan pemerintah sebelum mengeksekusi upaya ini. Di samping menyiapkan regulasi yang menjadi payung hukumnya.
https://properti.kompas.com/read/2018/07/25/233000921/benahi-kampung-solusi-jakarta-kumuh