Pada saat bersamaan, KPU akan mengumumkan hasil pemenang Pilkada di 171 daerah, dan Menko Perekonomian hari ini akan secara resmi merilis Online Single Submission (OSS) secara nasional.
Beberapa isu perencanaan tata ruang yang krusial segera mengadang adalah: Pelaksanaan OSS, Penyelarasan Proyek Strategis Nasional dalam Rencana Daerah, dan Agenda Baru Perkotaan (termasuk Pedesaaan).
Kemampuan para pemimpin daerah untuk bisa segera bekerja pada hari pertamanya, menjadi harapan kita bersama. Kegagapan mereka bakal menjadi malapetaka terutama dalam hal kegentingan yang ada di daerah berkaitan dengan perencanaan dan pemanfaatan ruang.
OSS terkait dengan salah satu isu yang paling banyak dikampanyekan para kandidat. Semua kandidat bicara investasi dan pelayanan publik.
Mulai dari pemenang spektakuler seperti Nurdin Abdullah di Sulawesi Selatan, Khofifah di Jawa Timur, maupun para petahana yang menang.
Dalam konteks ini OSS yang mulai beroperasi hari ini akan menjadi aspek krusial satu izin melakukan investasi.
Program yang dicanangkan percepatannya oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo ini dituangkan dalam PP Nomor 24 tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi.
Pendek kata, siapa pun investor kalau datang ke satu kabupaten/kota, kalau kota tersebut belum punya RDTR maka investasi itu tidak bisa dilayani di komputer.
Masalahnya, baru 40 kabupaten/kota saat ini yang memiliki RDTR yang sudah di perdakan, dari 540an kabupaten/kota seluruh Indonesia.
Di level propinsi, kabupaten dan kota, arahan strategis pembangunan ada di RTRW yang sudah tuntas walaupun kualitasnya banyak yang masih normatif.
RDTR adalah rencana detail kota dengan skala 1:5.000, yang disusun untuk satu satuan perencanaan, biasanya seluas kecamatan.
Maka bisa dibayangkan, kalau rata-rata jumlah kecamatan per kota/kabupaten adalah 10, masih ada 5.000-an dokumen rencana detail yang harus segera disusun dan di-perda-kan.
Program percepatan pembangunan infrastruktur pemerintah dan pencapaian Agenda Baru Perkotaan (dan pedesaan) Indonesia pun terancam stagnan.
Tantangan di Kementerian ATR/BPN
Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN sebagai pemangku utama urusan perencanaan tata ruang sudah menyatakan akan menjadikan penyusunan RDTR sebagai prioritas, dan menyiapkan dana APBN sebesar Rp 2 miliar untuk membantu per daerah.
Ada 100 sampai 150 daerah yang akan mendapat bantuan. Nah, sekarang tantangan paling krusial adalah bagaimana melaksanakannya.
Secara aturan perundangan, RDTR harus disusun oleh perencana bersertifikat. Selain itu prosesnya secara teknis sangat ketat, dan harus mengikuti aturan yang sudah ada.
Efektifitas dana APBN yang disiapkan Kementerian akan berdaya guna apabila pelaksanaan penyusunan di 150 daerah berjalan lancar.
Percepatan sertifikasi perencana harus segera menjadi fokus utama, karena harus dipastikan bahwa rencana disusun oleh perencana bersertifikat.
Harus segera disusun pedoman penyusunan RDTR baru melalui peraturan Menteri ATR/KBPN untuk menggantikan Permen PU Nomor 20 tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang. Ini agar dapat selaras dengan proses persetujuan substansinya.
Perlu dilakukan program akselerasindi daerah melalui program sosialisasi dan pelatihan teknis perencana sesuai dengan standar sertifikasi profesi perencana.
Saatnya Kementerian ATR/BPN bahu membahu dengan profesi pendukungnya. Bekerja!
https://properti.kompas.com/read/2018/07/09/060553821/pemenang-pilkada-dihadang-oss-dan-rdtr