Senior Research Director Colliers International Indonesia Ferry Salanto menuturkan, penyebab turunnya kinerja ADR hotel-hotel di ibu kota Jawa Timur ini adalah jumlah kamar hotel baru yang terus bertambah, sementara tamu yang menginap cenderung stagnan.
"Selain itu, persaingan juga terbilang ketat. Tak hanya antara sesama hotel, melainkan juga apartemen yang disewakan melalui online travel agent. Keberadaan mereka merupakan ancaman buat hotel bintang tiga," jelas Ferry menjawab Kompas.com, Rabu (4/7/2018).
Adapun pasokan baru yang masuk pasar Surabaya per Semester I-2018 datang dari tiga hotel. Dua di antaranya hotel bintang tiga yakni Great Hotel Diponegoro dengan 90 kamar dan Batiqa Darmo dengan 87 kamar.
Satu hotel lainnya berklasifikasi bintang empat yakni Novotel Samator Surabaya Timur dengan kamar sebanyak 249 unit.
Dengan beroperasinya hotel-hotel baru ini berkontribusi terhadap jumlah pasok kumulatif menjadi 12.711 kamar.
Hingga 2018 berakhir nanti, Kota Pahlawan ini akan diramaikan dua kelas hotel bintang tiga dan empat yang mencakup 1.428 kamar, sehingga proyeksi total kamar sebanyak 14.139 kamar.
Sementara untuk 2019, Colliers mencatat, akan ada 988 kamar baru dari hotel berkelas bintang tiga, empat dan lima. Komposisinya masing-masing 100 kamar, 484 kamar, dan 404 kamar.
"Pada 2020 mendatang ada tambahan 488 kamar dari hotel bintang 3 sebanyak 288 kamar dan bintang lima 200 kamar," imbuh Ferry.
Minimnya pasokan baru ini mengonfirmasi bahwa kinerja pasar hotel Surabaya memang sedang dirundung sentimen negatif.
Menurut Ferry, hal ini dipicu masalah keuangan internal dari para investor hotel, dan peraturan bank yang kian ketat dalam mengucurkan kredit konstruksi.
Adapun proyeksi ADR berada di angka 46 dollar AS dengan hunian atau average occupancy rate (AOR) 55 persen.
https://properti.kompas.com/read/2018/07/06/180101421/tarif-hotel-di-surabaya-terus-merosot