Film ini juga menjadi salah satu karya sci-fi paling banyak dibicarakan di kalangan urbanis dan perencana kota.
"Mungkin tidak ada film yang banyak membahas dalam konteks pembuatan kota utopis atau dystopian selain Blade Runner pada 1982," kata urbanis dan mantan kepala perancang Vancouver, Brent Toderian.
Masih dibicarakan beberapa dekade kemudian, Blade Runner bukanlah visi positif Los Angeles.
Meski demikian Blade Runner menjadi konsep yang menarik, dan menjadi kisah peringatan, sekaligus juga obrolan yang menyenangkan.
"Saya rasa Wakanda Black Panther bisa menjadi percakapan baru," tutur Toderian.
Banyak rumor sejak film ini beredar antara lain seputar Wakanda, sebuah negeri fiksi di Afrika Timur, yang menjadi kenyataan.
Namun para urbanis dan ahli perencana kota sepakat bahwa beberapa desain dan infrastruktur tempat fiksi ini memiliki kemungkinan untuk muncul di kehidupan nyata.
Di ibu kota Wakanda, misalnya, pejalan kaki berjalan di sepanjang jalur yang dipenuhi perdagangan bebas mobil kecuali sesekali kemunculan angkutan mirip bus berukuran kecil.
Ini sangat mirip dengan Woonerf Concept, sebuah pendekatan terhadap desain ruang publik yang dimulai di Belanda pada 1970-an.
"Gagasan bahwa jalan-jalan di kota-kota harus terutama ditujukan untuk pejalan kaki," kata Yonah Freemark, seorang mahasiswa PhD dalam perencanaan kota di MIT yang mengelola situs transit The Transport Politic.
Freemark menambahkan, Wakanda mengilhami baik arsitek atau perencana kota untuk berpikir secara berbeda tentang apa yang diinginkan agar ruang publik terlihat seperti itu.
Ia pun berpikir sangat mungkin untuk memiliki jalan-jalan di Amerika Serikat yang terlihat seperti di Wakanda pada masa depan.
"Mungkin bukan kereta maglev yang ada di Black Panther, tapi Anda pasti bisa melihat jalan-jalan semakin memusat pada orang daripada mobil. Jalan-jalan di mana orang bisa berjalan di tengah mereka tanpa takut ditabrak (kendaraan)," tutur Freemark.
Tidak pernah dijelaskan sepenuhnya dalam Black Panther, kereta maglev, atau kereta berkecepatan tinggi yang bergantung pada medan magnet digunakan warga, namun penonton dapat melihat kereta melesat di sekitar kota.
Mungkinkah mereka membawa penumpang ke seluruh kerajaan ala Amtrak, ataukah mereka hanya sejenis kereta komuter?
Meskipun penggunaannya tetap tidak jelas di alam semesta Marvel ini (banyak pemirsa film bertanya tentang media sosial), kereta maglev sudah terbangun dan melayani penumpang di Korea Selatan dan Jerman.
Namun, dapat diasumsikan bahwa sumber daya alam fiktif Wakanda, yakni vibranium, membuat kereta kota futuristik melaju kencang dengan kecepatan yang tak terjangkau di dunia nyata.
Wakanda juga kebetulan menjadi negara terkaya di dunia. Oleh karena itu, penggantinya, T'Challa, tidak perlu khawatir dengan biaya untuk mengembangkan dan mengoperasikan teknologi maglev.
Ada banyak kota sebenarnya yang tertarik dengan gagasan tersebut saat mempertimbangkan kelayakan transportasi.
Lalu ada pemandangan kota Wakanda. Tidak seperti kebanyakan film superhero, di mana kota-kota dipenuhi menara kaca dan baja futuristik yang menjangkau dan melampaui awan, arsitektur Wakanda hadir dalam berbagai bentuk, ukuran, dan material.
"Mereka tidak membuat semuanya berkilau. Ini menawarkan alternatif untuk kota-kota masa depan seperti di Afrika," kata Charisma Acey, asisten profesor perencanaan kota dan regional di UC-Berkeley yang mencakup Afrika dan Amerika Selatan.
Acey mengaku telah banyak memikirkan Wakanda dan kota-kota eko yang muncul di Afrika.
"Telah terjadi arus masuk modal sejak tahun 2000 ke benua ini, menciptakan kota satelit dan kota-kota pusat. Itu terjadi di Afrika Barat, Afrika Timur, dan bahkan di Afrika bagian selatan," tambah Acey.
https://properti.kompas.com/read/2018/03/05/220000021/wakanda-black-panther-konsep-perkotaan-ideal-masa-depan