Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Jakarta di Ambang Kelangkaan Air Minum (IV)

Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Yoga mengatakan, selama ini pendekatan yang dilakukan pemerintah dalam mengelola air yaitu dengan membuang sebanyak-banyaknya ke laut ketika hujan deras mengguyur ibu kota.

Beberapa proyek infrastruktur pun diinisiasi guna mewujudkannya, seperti dengan normalisasi sungai dengan betonisasi, membangun sodetan hingga kanalisasi.

"(Persoalannya sekarang) kita akan mengalami banjir di musim hujan dan sebaliknya krisis air bersih di musim kemarau," kata Nirwono kepada Kompas.com, Senin (5/3/2018).

Pendekatan yang dilakukan Pemprov DKI tersebut sebenarnya tidak sepenuhnya salah. Sebab, tujuan dari upaya tersebut adalah untuk membuat aliran air saat wilayah ibu kota dilanda banjir, menjadi lebih lancar.

Akan tetapi pemerintah juga perlu memikirkan bagaimana cadangan air tanah tetap terjaga. Oleh karena itu, menurut Nirwono, pendekatan yang harus dilakukan yaitu dengan menampung air hujan sebanyak-banyaknya agar dapat diserap sebesar-besarnya ke dalam tanah.

Soal cadangan air yang kian menipis, menurut Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Bernardus Djonoputro juga dianggap sebagai salah satu potensi kelangkaan air bersih DKI Jakarta.

Kondisi ini juga diperparah dengan kondisi hulu seperti di kawasan Kabupaten/Kota Bogor, Kabupaten/Kota Bekasi, dan Kota Tangerang yang rusak sebagai dampak masifnya pembangunan. Akibatnya, cadangan air tanah DKI Jakarta tidak bisa terbaharui dengan baik.

"(Pemprov) Jakarta mulai harus melarang kebijakan pengambilan air tanah melalui pompa," kata Bernardus.

Dilansir dari BBC sebelumnya, Jakarta masuk ke dalam kota-kota besar yang terancam mengalami kelangkaan air minum.

Kenaikan permukaan air laut sebagai akibat penurunan tanah lantaran sumber air tanah yang terus disedot menjadi salah satu faktornya.

Kurang dari separuh dari 10 juta penduduk yang memiliki akses terhadap air ledeng, terjadi penggalian sumur secara tidak sah.

Praktik ini mengurang cadangan kantung air bawah tanah, hampir secara harafiah mengempiskannya.

Bank Dunia memprediksi sekitar 40 persen wilayah Jakarta saat ini berada di bawah permukaan laut.

Kondisi lebih buruk diperburuk, karena saat hujan lebat terjadi justru tidak terjadi pengisian ulang. Pasalnya, seantero kota dipenuhi beton dan aspal, sehingga lapangan terbuka pun tak bisa menyerap curah hujan.

https://properti.kompas.com/read/2018/03/05/213000221/jakarta-di-ambang-kelangkaan-air-minum-iv-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke