Jakarta termasuk salah satu kota di dunia yang akan mengalami kelangkaan air minum dalam beberapa tahun ke depan.
Dilansir dari BBC, saat ini Jakarta menduduki peringkat kelima setelah Sao Paolo, Bangalore, Beijing dan Kairo.
Salah satu faktor penyebab kelangkaan tersebut yaitu masifnya kegiatan penyedotan air tanah oleh masyarakat, baik itu untuk keperluan rumah tangga maupun industri.
"Harus ada moratorium pengambilan air dari bawah tanah," kata Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Bernardus Djonoputro kepada Kompas.com, Senin (5/3/2018).
Eksploitasi air tanah secara berlebihan tentu menimbulkan rongga-rongga di dalam tanah. Kondisi ini diperparah dengan rusaknya daerah hulu di sekitar Jakarta yang menjadi kawasan reservoir air hujan untuk mengisi ulang sumber air tanah DKI.
Bila hal ini terus terjadi, lama kelamaan permukaan tanah pun akan ambles sehingga berpengaruh terhadap kekuatan infrastruktur dan bangunan di atasnya.
Analisa Bank Dunia yang dikutip BBC, menyebutkan, saat ini sekitar 40 persen wilayah Jakarta berada di bawah permukaan laut. Kondisi ini tentu berbahaya bila terus menerus didiamkan.
"(Pemprov) Jakarta mulai harus melarang kebijakan pengambilan air tanah melalui pompa," kata dia.
Sebagai gantinya, pemerintah harus menekankan kepada masyarakat untuk berlangganan air yang diproduksi oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Namun sebelumnya, PDAM harus memastikan bila debit air bersih serta jaringan pipa yang mereka miliki dapat menjangkau seluruh wilayah.
Menurut Bernardus, salah satu penyebab kurang terlayaninya dengan baik masyarakat oleh PDAM lantaran tingginya tingkat kebocoran atau kehilangan air bersih.
"DKI harus menurunkan yang namanya Non Revenew Water (RNW) yang saat ini hampir 50 persen. NRW tinggi ini menyebabkan masyarakat tidak mendapatkan layanan air bersih," ujarnya.
https://properti.kompas.com/read/2018/03/05/182227821/jakarta-di-ambang-kelangkaan-air-minum-ii