Melansir The Sun, Senin (26/2/2018), kalangan pebisnis ritel Negeri Big Ben itu berharap pemerintah dapat segera menangani masalah pajak properti yang mencekik tersebut.
Tahun ini saja, toko yang tutup dapat mencapai 9.500 unit atau melonjak 30 persen dari 2017 lalu. Itu berarti, sedikitnya 26 toko gulung tikar setiap harinya di Inggris.
Kekhawatiran pelaku ritel Inggris semakin menjadi karena Toys R Us terancam bangkrut dan memicu hilangnya 3.200 pekerjaan.
Demikian pula dengan jaringan toserba Maplin yang tengah berupaya mencari investor untuk bangkit kembali.
Pakar Center for Retail Research Joshua Bamfield mengatakan, ritel Inggris tengah tertekan berat.
“Industri ritel sekarang dalam krisis, disebabkan oleh mengendurnya permintaan dan kenaikan pajak,” ucapnya.
"Pemerintah harus bertindak cepat untuk melindungi berbagai toko besar dan kecil dengan tarif (pajak) yang sangat rendah. Jika tidak, ribuan lapangan kerja dan toko terpaksa ditutup,” sambung Bamfield.
Pajak properti secara keseluruhan termasuk bea materai, mewakili 4,2 persen dari total output ekonomi Inggris. Angka itu lebih besar dari 2,7 persen di Amerika Serikat dan 1,1 persen di Jerman.
Reaksi eksekutif
Menanggapi sengkarut pajak yang berimbas pada lesunya bisnis ritel, Juru Bicara Pemerintah Inggris Jake Berry mengatakan, pihaknya telah berupaya maksimal untuk mendongkrak bisnis ritel.
“Kami membantu bisnis peritel di Inggris agar tetap langgeng dan sejak 2010 kami telah menginvestasikan lebih dari 18 juta Poundsterling, termasuk untuk mendanai proyek seperti Great British High Street,” klaim Berry.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, pemerintah Inggris telah memberi kesempatan bagi legislatif untuk mengontrol tingkat pajak properti.
“Pajaknya juga kembali pada masyarakat untuk pembangunan,” cetus Berry.
https://properti.kompas.com/read/2018/02/26/110000621/pajak-properti-mencekik-20.000-toko-di-inggris-terancam-bangkrut