Dalam waktu dekat, Starbucks tidak akan lagi menjual aneka macam produk di gerainya. Starbucks memilih untuk menjual produk tertentu saja yang dianggap potensial menghasilkan pundi-pundi.
Bukan tanpa sebab jika Starbucks mesti mengubah konsep seperti itu.
Berkaca pada penjualan akhir tahun 2017, Starbucks kurang mampu menunjukkan taringnya sebagai kedai kopi tersohor dunia.
Chief Executive Officer Starbucks Kevin Johnson menilai, rendahnya penjualan tersebut disebabkan ogahnya konsumen melirik suvenir khusus akhir tahun dan penawaran khusus yang ditawarkan Starbucks.
Karena itu, Starbucks kini lebih selektif dalam menjajakan produk-produknya. Peritel asal Negeri Paman Sam itu berniat menghapus 200 produk, atau 30 persen dari jenis barang dagangan mereka.
Apa tujuannya? Tak lain agar manajemen dapat lebih mudah menambah atau menghapus produk sesuai kebutuhan pasar. Starbucks menjadi tidak terbebani oleh hal-hal yang tidak disukai konsumen.
"Upaya penyederhanaan ini bakal meningkatkan fokus kami dan mengurangi kompleksitas operasional di toko kami," ungkap Chief Financial Officer Starbucks Scott Maw, seperti dikutip Fortune, Sabtu (24/2/2018).
Sudah dua tahun ini Target berupaya mengecilkan berbagai ukuran, rasa, dan bahkan merek di rak toko mereka. Itu ditempuh sebagai bagian dari upaya mereka mengintegrasikan toko konvensional dengan e-commerce.
Bagaimana pun, era menyulitkan konsumen dengan pilihan tak berujung dalam toko telah berakhir.
Seperti dikatakan mantan CEO Procter & Gamble (P&G) A.G. Lafley beberapa tahun silam,” (dengan menyajikan terlalu banyak produk) Kamu hanya menyia-nyiakan waktu konsumen”.
https://properti.kompas.com/read/2018/02/25/110006121/mencoba-bangkit-starbucks-hapus-200-produk