Hal itu sebagaimana tercermin dari pembangunan Depo Terintegrasi East Coast yang tengah dilaksanakan pemerintah Singapura.
Depo itu disebut sebagai depo 4 in 1 karena menggabungkan tiga jalur mass rapid transit (MRT) dan satu lapangan parkir bus.
Ada tiga tingkat pada depo tersebut, dengan depo MRT Downtown Line berada di bawah tanah, depo Thomson-East Coast di permukaan tanah, dan depo East-West Line pada satu tingkat di atas permukaan tanah.
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur Singapura Khaw Boon Wan mengatakan, penggabungan depo MRT dan bus itu bisa menghemat penggunan lahan sekaligus anggaran pemerintah.
Jika keempat depo dibangun terpisah, dibutuhkan lahan tambahan hingga 44 hektar atau dua kali lipat luas Terminal 4 Bandara Changi.
“Kalau dibangun terpisah, kita bakal memerlukan biaya tambahan sebesar 2 miliar dollar Singapura (Rp 20 triliun)!” tulis Khaw dalam akun Facebook resminya, sebagaimana dikutip Kompas.com pada Jumat (23/2/2018).
Sebagai perbandingan, nilai Rp 20 triliun bisa digunakan untuk mendongkrak pembangunan infrastruktur di Indonesia. Angka penghematan Rp 20 triliun itu setara dengan 5 kali lipat biaya pembangunan Trans Papua yang dianggarkan senilai Rp 3,8 triliun.
“Jadi, Depo 4 in 1 ini adalah solusi untuk menghemat dana para pembayar pajak secara besar-besaran,” kata Khaw.
Pada 2009, Teo dan tim ditugaskan untuk membangun depo kereta untuk Thomson-East Coast Line dan Downtown Line.
Namun, rupanya tim tersebut mampu menghasilkan sesuatu rancangan yang futuristik, aman, dan juga hemat biaya.
“Mereka berhasil melakukannya dengan baik. Depo Terintegrasi East Coast adalah jawaban inovatif untuk kebutuhan infrastruktur kami di lahan Singapura yang terbatas,” pungkas Khaw.
Sekadar informasi, Depo Terintegrasi East Coast dijadwalkan selesai pada 2024 mendatang.
https://properti.kompas.com/read/2018/02/23/220311821/gabungkan-depo-mrt-dan-bus-singapura-hemat-anggaran-rp-20-triliun