Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pemerintah Harus Bertanggung Jawab atas Maraknya Kecelakaan Kerja

Pemerintah dinilai tidak berani menjatuhkan sanksi tegas terhadap perusahaan pelat merah tersebut.

Sejauh ini, sanksi yang telah dijatuhkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) baru sebatas teguran.

Selain itu, Kementerian PUPR hanya memberikan sanksi terhadap kasus yang berkaitan dengan proyek mereka yaitu Tol Bogor-Ciawi-Sukabumi, Tol Pasuruan-Probolinggo, dan Tol Pemalang-Batang.

Dari ketiga kasus, dua di antaranya menelan korban jiwa, yaitu insiden jatuhnya badan jembatan Tol Bocimi yang mengakibatkan seorang meninggal dunia dan dua lainnya luka-luka.

Berikutnya, ambruknya box girder proyek Tol Pasuruan-Probolinggo yang juga mengakibatkan seorang meninggal dunia dan dua orang luka-luka.

"Kalau diungkap ya jadi boomerang buat pihak pengguna lagi. Tapi, harusnya pemerintah yang paling bertanggung jawab atas kecelakaan-kecelakaan kerja itu," kata Ketua Masyarakat Infrastruktur Indonesia Harun al-Rasyid Lubis kepada Kompas.com, Jumat (9/2/2018).

Sebagai pemilik, Harun menuturkan, paling tidak pemerintah akan menempatkan orangnya untuk mengawasi jalannya sebuah proyek, serta memastikan kualitas bahan baku yang digunakan telah sesuai standar.

Harun mencontohkan, ditemukan sebuah material yang salah di dalam pembangunan proyek infrastruktur, sehingga harus diorder ulang. Namun setelah dipesan, materialnya tidak memenuhi persyaratan.

"Nah yang membolehkan dan tidak membolehkan siapa? Kan pengawas. Pengawas ini ada juga wakil dari pemilik. Jadi diurut-urut ya boomerang. Kalau diungkap ya jadi boomerang ke pada pihak pengguna lagi" tutur dia.

Ia menjelaskan, di dalam sebuah kasus kecelakaan konstruksi, biasanya hanya dua hal yang diungkap ke publik, yaitu kesalahan manusia atau kesalahan mesin.

Padahal, ada persoalan mendasar yang menjadi permasalahan pasif di dalam sebuah kasus kecelakaan, yaitu perencanaan, desain dan konsultasi.

Terkadang, akibat tekanan yang begitu kuat, proses perencanaan justru tidak dilakukan secara matang.

Demikian halnya dari sisi pembiayaan. Karena anggaran yang terbatas, sementara banyak kontraktor yang ingin mendapatkan proyek, akhirnya banting harga.

"Kalau sudah seperti itu bisa dibayangkan. Apalagi dengan waktu yang sangat pendek, ketat harus selesai. Jadi penyebab pasif adalah masalah manajemen secara keseluruhan," kata Harun.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Bina Marga Arie Setiadi Moerwanto mengatakan, sanksi yang dijatuhkan kepada Waskita telah sesuai dengan mekanisme yang diatur di dalam UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.

"Kan jenis sanksinya ada beberapa hal di UU Jasa Konstruksi, saya sudah layangkan surat teguran kepada mereka untuk lebih berhati-hati, memperbaiki sistemnya dan Waskita juga sudah menindaklanjutinya. Katakanlah untuk mengangkat dan lain-lain itu sistemnya sudah berubah, itu yang kami lakukan," kata Arie di kantornya, Kamis (8/2/2018).

Sanksi itu, sebut Arie, juga dijatuhkan kepada pengawas proyek yang bertanggung pada saat peristiwa kecelakaan itu terjadi.

https://properti.kompas.com/read/2018/02/09/120000421/pemerintah-harus-bertanggung-jawab-atas-maraknya-kecelakaan-kerja

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke