Dilaporkan Reuters, Rabu (31/1/2018), peritel asal Swedia itu baru saja mengumumkan kemerosotan laba kuartalan terkini. Hasilnya merah.
Laba sebelum pajak tiga bulanan sampai November 2017 merosot hingga dua digit, persisnya sebesar 34 persen. Angkanya menyusut jadi 4,9 miliar kronor Swedia (sekitar 440 juta Poundsterling).
Melihat anjloknya penjualan, H&M bakal meminta investor menanam kembali dividen untuk pembiayaan investasi perusahaan tersebut.
Setelah puluhan tahun menikmati ekspansi cepat dan bertakhta menjadi peritel pakaian nomor dua di dunia setelah Zara, kini H&M mesti menghadapi tekanan berat. Ditambah lagi, persaingan ritel kian ketat dengan hadirnya bisnis daring.
"Perubahan industri (ritel) mengejutkan semua pihak dan tren ini akan berlanjut pada 2018,” ungkap Chief Executive Karl-Johan Persson.
Menurut Johan, didasari hasil negatif kuartalan terakhir 2017, H&M tidak berharap banyak untuk mencapai target pertumbuhan penjualan sebesar 10-15 persen tahun ini.
Lebih lanjut, dia mengatakan, runtuhnya penjualan dan laba H&M terjadi secara dramatis dan tiba-tiba. Kondisi tersebut berimbas cepat pada aksi jual saham H&M.
Dalam berbagai kesempatan, Johan memang telah mengakui bahwa kesalahan strategi bisnis membuat H&M terjungkal sepanjang 2017 silam.
Johan, yang juga merupakan cucu dari pendiri H&M, mengatakan, pihaknya akan bekerja ekstra keras untuk mengatasi situasi kelam.
Caranya dengan menutup gerai berkinerja buruk dan membenahi sejumlah kekurangan internal perusahaan.
Badai yang tengah dialami H&M, bagaimana pun, tak lepas dari nuansa toko yang usang, kurang kekinian, serta lemahnya penetrasi digital.
Menurut Marguerite Le Rolland, analis dari lembaga riset Euromonitor, pelanggan berangsur-angsur meninggalkan gerai H&M serta beralih pada kompetitor lainnya.
“Pengalaman belanja konsumen, di situlah tantangan terbesar H&M,” ucap dia.
https://properti.kompas.com/read/2018/01/31/234500821/kejayaan-h-m-runtuh-laba-terjun-bebas-34-persen