Meski telah mengetahui hal tersebut, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) belum menjatuhkan sanksi kepada kontraktor yang diduga lalai dalam bekerja.
"Masih ada tindak lanjut lagi dari hasil investigasi, sehingga keputusan investigasi belum bisa diputuskan. Karena masih harus menunggu lagi hasil dari tim," kata Direktur Jenderal Bina Konstruksi Syarif Burhanuddin di Auditorium Kementerian PUPR, Senin (29/1/2018).
Seperti diketahui, Kementerian PUPR tengah menyelidiki kasus dugaan kecelakaan konstruksi terhadap lima proyek infrastruktur yang tengah digarap.
Kelimanya yaitu ambruknya jembatan Overpass Caringin pada proyek Tol Bogor-Ciawi-Sukabumi (Bocimi), dan jatuhnya jembatan Overpass Sta. 4+556 ruas Tol Pasuruan Probolinggo (Paspro).
Kemudian, Jembatan Ciputrapinggan KM Bandung 206+950 ruas Banjang-Pangandaran, Jembatan Overpass pada proyek Jalan Tol Pemalang-Batang, serta jatuhnya box girder pada proyek light rail transit (LRT) Jabodebek.
Dalam menjatuhkan sanksi, Syarif menambahkan, nantinya akan melihat ketentuan yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
"Tergantung tingkat kesulitannya. Sesuai UU, yang paling berat itu (sanksinya) adalah pencabutan sertifikat badan usaha," ujar Syarif.
Untuk diketahui, dari hasil investigasi sementara yang dilakukan Kementerian PUPR, penyebab terjadinya kecelakaan konstruksi itu bervariasi.
Mulai dari akibat kondisi yang tidak stabil, gantungan crane yang mengalami pelonggaran sehingga gelagar berotasi, hingga vertikalitas gantungan yang sulit dikontrol.
Penyebab lainnya, bracing baja tulangan yang tidak mampu menahan gaya guling, jack hidraulic yang tidak bekerja dengan baik, serta proses stressing dan sambungan beton basah atau wet joint.
https://properti.kompas.com/read/2018/01/29/180000121/pemerintah-belum-jatuhkan-sanksi-kontraktor-penyebab-kecelakaan