"Mengapa kita menolak reklamasi, karena memberikan dampak buruk kepada nelayan kita dan memberikan dampak kepada pengelolan lingkungan," kata Anies saat debat putaran kedua Pilkada DKI 2017 pada 12 April 2017.
Pasca dilantik, sudah beberapa kali Anies meminta agar Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) meninjau ulang serta membatalkan sertifikat hak guna bangunan (HGB) yang telah dikantongi investor dalam hal ini pengembang.
Terbaru, permohonan tersebut dilayangkan Anies dua pekan lalu. Dia mengatakan akan menerima seluruh konsekuensinya.
"Semua konsekuensinya kalau nanti sudah dibatalkan prosesnya, kami akan lakukan," ujar Anies di Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (9/1/2018).
Anies menegaskan serifikat HGB yang telah diterbitkan harus dibatalkan karena ada aturan yang dilanggar dalam perizinan reklamasi.
"Maka kami akan lakukan perda zonasi dulu baru atur soal lahan dipakai untuk apa. Ini perdanya belum ada tapi sudah keluar HGB, ini urutannya enggak betul," ujar Anies.
Selain meminta untuk menunda dan membatalkan sertifikat HGB pulau reklamasi, Pemprov DKI juga akan menarik seluruh dokumen perizinan reklamasi yang sebelumnya telah diberikan.
Namun, harapan Anies agar permohonannya dikabulkan, justru ditolak Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil.
Alasannya, sertifikat HGB pulau reklamasi dikeluarkan atas nama pemerintah daerah, dalam hal ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Keluarnya sertifikat tersebut juga telah melalui ketentuan dan persyaratan hukum pertanahan yang ada.
"Walau Pak Gubernur mengatakan dokumen yang sudah dikirimkan mau ditarik kembali, ya itu bisa-bisa saja, tapi untuk kita, dokumen itu sudah dipakai sebagai dasar (keluarnya sertifikat)," kata Sofyan di Jakarta, Kamis (11/1/2018).
Pakar hukum pertanahan Universitas Indonesia Arie S Hutagalung menduga, ngototnya Anies meminta pembatalan sertifikat HGB tidak terlepas dari janji kampanye yang ia berikan kepada masyarakat.
Seharusnya, kata Arie, Anies memahami bahwa penerbitan sertifikat HGB atas hak pengelolaan lahan (HPL) yang dimiliki Pemprov DKI telah melalui perjalanan yang panjang.
"Dia (Anies) kan maksudnya bikin janji politik waktu kampanye. Tetapi sebetulnya, janji-janjinya itu jangan (asal) memenuhi janji. Dia harus melihat, kita kan negara hukum, ada segi-segi hukum yang harus dia perhatikan," kata Arie kepada KompasProperti, Jumat (12/1/2018).
Ia pun menyarankan Anies berkonsultasi terlebih dahulu sebelum mengajukan permohonan pembatalan sertifikat HGB ke Kementerian ATR/BPN.
Hal ini untuk menghindari agar Anies justru tidak salah langkah dalam mengambil sikap.
"Jadi salah Gubernur kita ini, salah enggak minta nasehat dari biro hukumnya, minta nasihat pada orang yang benar-benar mengetahui ini," cetus Arie.
Ia mengingatkan, perjanjian kerja sama reklamasi Teluk Jakarta dibuat antar instansi, yaitu Pemprov DKI dengan investor.
Maka, ketika terjadi pergantian kepemimpinan daerah, Anies tidak bisa sewenang-wenang langsung ingin mengubah perjanjian yang ada.
Hal ini juga akan berkaitan dengan nasib kepastian iklim investasi di Jakarta ke depan.
"Jadi siapapun yang berkuasa, jangan hanya mau semau gue. Ini kan tindakan anarkis. Kita negara hukum, Pak Gubernur juga dipilih berdasarkan hukum kan. Ada tata cara permainanya dengan pilkada. Jadi tida bisa sewenang-wenang," pungkas Arie.
https://properti.kompas.com/read/2018/01/12/180000821/kadung-janji-gubernur-anies-soal-penghentian-reklamasi