Menurut Ketua Umum Ikatan Ahli Perencana (IAP) Bernardus Djonoputro, sebelum dipindahkan, pastikan pengembangan kawasan baru telah memiliki rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang terintegrasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Hal ini guna menghindari adanya benturan RTRW yang disusun pemerintah pusat dan daerah.
Bagaimana pun, pemindahan ibu kota merupakan pekerjaan besar bagi pemerintah pusat.
Tentunya, pemerintah perlu membuat kajian agar kawasan baru yang menjadi pusat pemerintahan itu dapat dimanfaatkan 50 hingga 100 tahun ke depan.
"Sehingga pusat pemerintahan ini bisa menjadi kota yang baik, sesuai dengan standar kota layak huni, aman dan berkelanjutan," kata pria yang akrab disapa Bernie ini kepada KompasProperti, Sabtu (16/12/2017).
Setelah RTRW disusun, langkah berikutnya yakni membuat rencana detail tata ruang (RDTR) dan peraturan zonasi.
Baru setelah itu dibahas tentang desain kota, meliputi target kepadatan penduduk, struktur jalan, pola pemanfaatan ruang, serta prosedur tata ruang wilayah di sekitarnya.
"Jadi saya kira dalam proses ini masih panjang, karena dalam penyusunan tata ruang wilayah nasional pun masih perlu diskusi-diskusi, dan ada banyak survei yang harus dilakukan, (meliputi) geoteknik, geomorfoloi, topografi, analisis mengenai dampak lingkunannya, dan sebagainya," papar Bernie.
Ia menambahkan, dibutuhkan waktu sekitar 2-3 tahun untuk merampungkan seluruh kajian yang dilakukan.
Hal ini untuk memastikan agar seluruh kebutuhan yang diperlukan pada wilayah baru telah terencana dengan matang.
"Pembangunannya sendiri memerlukan sebuah perhatian sendiri. Bagaimana membangun secara bertahap, agar ter-manage baik biaya maupun pekerjaan di lapangan," tuntas Bernie.
https://properti.kompas.com/read/2017/12/16/170000221/kajian-pemindahan-ibu-kota-harus-pastikan-rtrw-tidak-berbenturan