Kali ini, Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek II (Elevated) yang memperoleh kebanggaan menggunakan teknologi karya insinyur anak bangsa, Tjokorda Raka Sukawati.
Awalnya, teknik ini digunakan saat pemerintah membangun Jalan Tol Wiyoto Wiyono pada tahun 1987. Raka yang ditunjuk sebagai ketua manajemen proyek harus memutar otak, sebab jalan bebas hambatan itu dibangun di atas jalan yang sudah ada dan padat kendaraan.
Raka pun mengusulkan agar pembangunan Tol Wiyoto Wiyono dilakukan dengan cara konvensional, mulai dari bekisting, pembangunan segmental hingga menggantung blok beton dengan beban 480 ton.
Namun usulan itu ditolak anggota tim ahli lainnya lantaran berpotensi mengganggu arus lalu lintas, memakan waktu, dan biaya serta berisiko tinggi.
Ia kemudian mengusulkan untuk membuat kepala tiang yang akan diputar dengan alat pemutar. Kemudian, baru dipasang bekisting kepala tiang, sejajar dengan jalan di tengah. Setelah beton cukup kuat, bekisting pun bisa diputar.
Rupanya, gagasan tersebut diterima oleh anggota tim ahli lainnya. Persoalan baru kemudian muncul, yaitu bagaimana merealisasikannya.
"Saya berusaha tenang, karena kalau mau berfikir normal, pendapat mereka ada benarnya. Memutar beban seberat 450 ton memang bukan pekerjaan mudah. Itulah tantangan terbesar yang harus saya hadapi dan selesaikan," kata Raka seperti dikutip KompasProperti dari laman Ikatan Alumni Teknik Sipil ITB.
Di tengah kebingungannya, Raka tetap menjalankan aktifitas dan hobinya mengutak-atik Mercedes Benz tahun 1974 kesayangannya.
Ketika bersiap memperbaiki mobil tersebut, bagian depan mobil kemudian diangkat dengan dongkrak sehingga menyisakan dua roda belakang yang bertumpu di lantai yang licin karena ceceran tumpahan oli.
Begitu disentuh, badan mobil berputar pada titik sumbu dongkrak sebagai penopang. Rupanya, hal yang tidak disengaja ini menjadi inspirasi bagi Raka untuk melahirkan sosrobahu.
Berbekal hukum fisika sederhana, yaitu Hukum Pascal untuk mengangkat beban dan memutarnya, Raka langsung mendesain peralatan yang menurut perhitungannya dapat mengangkat beban berat.
Saat melakukan percobaan pertama, ia menuai kegagalan. Semua Direksi datang menyaksikan saat pompa hidrolik dengan tekanan di atas 80 ton itu diputar.
"Awalnya semua lancar, namun kemudian timbul masalah karena saat dilepas bagian atasnya tidak mau turun. Melihat kegagalan ini, semua direksi pergi, angkat tangan dan menyerahkan semua urusan menjadi urusan saya," kenang dia.
Tak putus asa
Bukan penemu namanya, bila pada percobaan pertama gagal dan langsung putus asa. Raka lantas meminta bantuan beberapa koleganya dalam menyempurnakan temuannya.
Singkat cerita, ia berhasil melakukan uji coba dan memberanikan diri menyampaikan keberhasilannya ke Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan anak Presiden kedua RI Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana alias Tutut, yang menjadi Direktur Utama PT Jaya Lamtoro Gung (JLG).
Untuk diketahui, jalan tol itu digarap empat perusahaan nasional yaitu PT JLG, PT Hutama Karya, Krakatau Steel dan perusahaan semen Tiga Roda.
Kepada Tutut, Raka meminta untuk dibantu dibuatkan sebuah pondasi berukuran 8 meter x 1,5 meter yang diisi pasir. Oleh Tutut, rupanya tak hanya dibuatkan satu, tetapi 16 buah sekaligus.
"Waduh, ini masalah baru, bagaimana jika saya gagal melakukan ini, berapa biaya yang akan terbuang sia-sia? Hal yang lebih penting lagi bagaimana saya akan mempertanggungjawabkan masalah ini. Kalau ini gagal, habislah sudah nama saya, karir saya, reputasi yang telah saya bangun selama bertahun-tahun," kata Raka.
Di tengah bayang-bayang ketegangan, Raka mengingat pesan Presiden Soeharto kala itu, yakni agar proyek pertama yang digarap secara nasional ini diselesaikan tepat waktu, serta memiliki kualitas yang baik. Bahkan, ia diminta agar menemukan hal-hal yang baru dalam pekerjaan itu.
Tanggal 27 Juli 1988 menjadi tanggal bersejarah bagi teknik sosrobahu. Tepat pukul 22.00 WIB, ratusan mata bersiap menyaksikan pemutaran lengan beton seberat 440 ton.
Setelah melapor kepada Tutut, Raka lantas naik ke podium konstruksi. Saat berdoa, ia mengaku, mendengar bisikan yang menyebut angka 78. Raka lantas meminta tim untuk memulai proses pemutaran lengan beton.
Berdasarkan perhitungan awal, seharusnya lengan benton diperkirakan bergerak pada tekanan 105 kg/cm2. Namun, ia meminta agar tim menggerakkan hingga mencapai tekanan 78 kg/cm2. Ajaibnya, lengan beton itu akhirnya berputar tepat saat tekanan berada di angka 78.
"Badan saya gemetar, air mata bercucuran tanpa bisa saya tahan. Di bawah sorotan ratusan lampu kamera, riuh tepuk tangan, serta kumandang lagu Padamu Negeri saya menangis tersedu-sedu," kenang Raka.
Keberhasilan Raka rupanya dilirik banyak negara. Negara-negara seperti Filipina, Malaysia, Thailand dan Singapura banyak yang menggunakan teknik ini. Bahkan, Korea Selatan disebut ingin membeli hak patennya.
https://properti.kompas.com/read/2017/12/13/161200221/teknologi-sosrobahu-lahir-setelah-penemunya-utak-atik-mercy