Sekalipun proses pengadaan tersebut telah dilakukan secara elektronik atau e-procurement, namun belum menjadi jaminan bahwa itu akan terbebas dari kasus korupsi.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengaku, memiliki mekanisme tersendiri untuk mencegah praktek korupsi di Kementerian PUPR. Salah satunya dengan menerapkan sistem kroscek.
Ia mencontohkan, bila ada proyek yang tengah disusun oleh Direktorat Jenderal Bina Marga, maka orang-orang di direktorat tersebut dapat memimpin langsung.
Namun anggotanya harus gabungan dari direktorat lain, seperti Direktorat Jenderal Cipta Karya atau Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.
"Jadi kita gabung supaya ada keseimbangan untuk kurangi subjektivitas di situ," kata Basuki dalam sebuah diskusi di Hotel Bidakara, Senin (11/12/2017).
Selain itu, bila selama ini Unit Layanan Pengadaan (ULP) tidak pernah bertanggung jawab penuh dalam sebuah proyek, kini tanggung jawab mereka ditambah.
Bahkan, mereka juga berwenang membentuk Kelompok Kerja (Pokja), yang selama ini menjadi wewenang Satuan Kerja (Satker)
Untuk proyek di atas Rp 100 miliar, Basuki menambahkan, harus disertai pakta integritas yang isinya bahwa semua usulan anggaran, baik itu anggaran darurat hingga penetapan hasil lelang harus sudah dievaluasi secara profesional. Tidak boleh ada mark up serta hal-hal yang berpotensi menyalahi aturan hukum.
Dan ini semua ditandatangani oleh Eselon 1 dan 2, termasuk kepala balai, bermaterai. Jadi semua bertanggung jawab.
"Sebelum ke Menteri PU juga harus ada parafnya Inspektur Jenderal, Dirjen Bina Konstruksi yang tanda tangani kontrak serta Dirjen yang mempunyai proyek tersebut," tuntasnya.
https://properti.kompas.com/read/2017/12/11/192925921/begini-cara-basuki-cegah-korupsi-di-kementerian-pupr