Buktinya, dalam beberapa tahun saja, kenaikan harga rumah sangat tidak terkendali dan cenderung gila-gilaan.
"Tahun 2007 saya di Perumnas (sebagai Direktur Utama). Harga rumah waktu itu masih Rp 40 juta. Tahun 2011 naik sudah Rp 115 juta. Kan gila-gilaan. Tidak ada mekanisme sementara daya beli masyarakat terbatas," ujar Staf Ahli Menteri ATR/BPN Himawan Arief di Jakarta, Selasa (28/11/2017)
Selama ini, kata dia, pemerintah telah berupaya untuk membantu masyarakat dalam mengakses perumahan. Caranya, adalah dengan memberi insentif dari segi permintaan, yaitu subsidi melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Meski demikian, skema ini juga belum mampu sepenuhnya membantu masyarakat kecil karena mekanismenya dilepas ke pasar. Dengan demikian harga pokok tanah meroket.
Himawan mengaku, setelah melakukan peninjauan lebih lanjut, pemerintah harus melakukan intervensi pada tanah agar harganya terkendali.
Tanah merupakan salah satu komponen rumah yang paling memungkinkan untuk diintervensi pemerintah, selain bunga bank atau bahan konstruksi.
Himawan pun mengambil contoh pada 2008 saat Wakil Presiden Jusuf Kalla menugaskan Perumnas untuk membangun rusun (rumah susun) Kemayoran.
"Saat itu, kalau ikuti harga pasar di atas Rp 5 juta per meter persegi. Tapi, karena adanya peraturan pemerintah yang baru, pembangunan rusunami bisa Rp 1 juta per meter persegi," jelas Himawan.
https://properti.kompas.com/read/2017/11/28/200000121/dalam-4-tahun-harga-rumah-naik-gila-gilaan