JAKARTA, KompasProperti - Permintaan terhadap tanah dari tahun ke tahun kian meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia. Sementara, pasokan tanah tidak sebanding dengan besarnya jumlah permintaan.
Hal itu yang menjadi salah satu faktor penyebab kenaikan harga tanah sangat tinggi. Terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, sebagai pusat arus urbanisasi.
"Memang betul kenaikan harga tanah itu tinggi di Jakarta, karena demand-nya itu besar pada jangka waktu yang pendek. Ini drive-nya banyak, demand-nya tinggi, tapi supply-nya terbatas," kata Direktur Eksekutif Jakarta Property Insitute Wendy Haryanto kepada KompasProperti, Selasa (22/11/2017).
Mengutip data yang dilansir Harian Kompas (8/7/2017), pertumbuhan penduduk DKI Jakarta terbaru mencapai 1,43 persen, dan tak pernah kurang dari 1 persen di tahun-tahun sebelumnya. Persentase tersebut kian meningkat terutama pasca warga Jakarta kembali dari mudik.
Berdasarkan data Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) pada tahun 2015, jumlah angka kebutuhan rumah atau backlog sebesar 11,37 juta. Dari jumlah tersebut 1,27 juta di antaranya berada di Jakarta.
"Di Jakarta itu enggak pernah ada harga (tanah) yang turun kan. Kalau dia sudah naik, kalau pun dia tidak terjual yang sudah flat saja. Mungkin tidak akan turun," imbuh Wendy.
Inovasi
Sampai saat ini, Jakarta masih menjadi magnet bagi masyarakat daerah dalam mencari kerja. Pertumbuhan ekonomi Jakarta pun terus meningkat dalam tiga tahun terakhir, yaitu dari 5,58 persen pada tahun 2015 menjadi 5,78 persen (2016) dan 6,48 persen (2017).
Kendati pertumbuhan ekonomi turut mendorong pertumbuhan penghasilan, namun kenaikan pendapatan masyarakat pun tidak serta merta langsung melambung tinggi.
"Ujung-ujungnya, yang akan sabar itu konsumen. Karena daya belinya tidak secepat itu melompat seperti harga jual tanah. Kalau harga jual tanahnya mahal, pembangunannya tetap sama harganya, tapi kan unit yang dijual harganya tinggi," kata Wendy.
Untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumen, tak sedikit pengembang yang berinovasi membuat unit hunian tejangkau. Mulai dari segi ukuran hingga pemilihan material yang relatif lebih murah namun tetap berkualitas.
"Sekarang kalau kita lihat, unit dari apartemen itu mengecil di tengah kota. Kenapa? Karena dia bisa jual dengan harga lebih terjangkau," sebut Wendy.
Naik 33 Persen
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia Hari Ganie menyebut, kenaikan harga tanah di Jakarta termasuk salah satu yang tertinggi dibandingkan dengan kota besar lain di Asia.
Menurut dia, penyebab tingginya kenaikan harga tanah dipicu lantaran belum adanya Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) di setiap wilayah Indonesia.
Jakarta sendiri diketahui telah memiliki RDTR, namun tingkat kenaikan harga tanahnya masih tinggi.
Dengan adanya RDTR, ia menambahkan, peruntukkan lahan di sebuah kawasan menjadi lebih jelas. Selain itu, proses pengurusan izin pun bisa dilakukan lebih cepat.
Selama ini, kebanyakan daerah baru memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang menjadi acuan dalam pemberian izin pengembangan wilayah. Namun, hal itu dipandang tidak cukup.
"Karena RTRW sangat global dan harus diturunkan di RDTR. Kalau itu (RDTR) sudah ada, kepastian tentang perizinan dan kepastian tata ruang akan jauh lebih baik," tutupnya.
https://properti.kompas.com/read/2017/11/22/110000921/ini-pemicu-harga-tanah-meroket