Laporan survei Bank Indonesia (BI) mengenai Survei Harga Properti Residensial Kuartal III-2017 menunjukkan sebanyak 76,42 persen konsumen memilih KPR sebagai fasilitas utama pembelian properti residensial.
"Angka ini tumbuh tipis 0,8 persen dibandingkan kuartal sebelumnya yakni 75,54 persen," tulis BI.
Sementara itu, proporsi konsumen yang memilih skema pembayaran tunai bertahap sebesar 17,13 persen, atau lebih tinggi ketimbang tiga bulan sebelumnya yang mencapai 17,07 persen.
Adapun tingkat bunga yang diberikan perbankan berkisar antara 9,69 persen hingga 13,02 persen.
Sejalan dengan kenaikan penjualan properti residensial, penyaluran KPR dan KPA kuartal ini juga meningkat 2,54 persen menjadi Rp 392 triliun.
Sementara pertumbuhan total kredit perbankan mengalami kenaikan tipis 1,34 persen secara triwulanan. Kendati meningkat, namun pertumbuhan ini lebih rendah dibanding kuartal II-2017 yang naik 2,70 persen.
Sedangkan pencairan KPR subsidi dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) tercatat Rp 1,177 triliun dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) FLPP 2017 senilai Rp 3,10 triliun.
Terendah di dunia
Kendati masih jadi pilihan utama masyarakat, namun rasio KPR di Indonesia tercatat paling rendah di dunia.
Rasio KPR kita sebesar 2,85 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Di kawasan regional ASEAN saja, angka ini relatif rendah, apalagi dibandingkan dengan negara maju di dunia.
Menurut Direktur PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) Heliantopo, rasio KPR di Indonesia memang paling bawah di dunia.
Bahkan di ASEAN, Indonesia terbuncit, dan dikalahkan oleh Malaysia yang menembus angka 38,8 persen.
"Sementara Amerika Serikat mencatat rasio KPR-nya paling tinggi yakni 77 persen," kata Heliantopo.
https://properti.kompas.com/read/2017/11/21/173000721/beli-properti-secara-kredit-masih-jadi-pilihan-utama-masyarakat