JAKARTA, KompasProperti - Integrasi sistem transportasi dinilai menjadi salah satu hal penting dalam mengurangi minat masyarakat menggunakan kendaraan pribadi. Namun, seiring dengan keberadaan moda transportasi baru, justru muncul kekhawatiran bahwa moda transportasi yang ada saat ini akan dihilangkan.
Seperti Transjakarta Koridor 1 yang melayani rute Blok M-Kota. Moda transportasi yang dioperasikan sejak 1 Februari 2004 itu, nantinya akan beririsan dengan Mass Rapid Transit (MRT) fase 1 yang kini tengah dibangun.
Jalur MRT terbentang mulai dari Lebak Bulus hingga Bundaran Hotel Indonesia. Dengan demikian, jalur ini akan beririsan dengan jalur Transjakarta sepanjang enam kilometer mulai dari Sisingamangaraja higga Bundaran HI.
"Ada wacana, kalau MRT dibangun Koridor 1 dihapuskan. Ini berbahaya. Orang yang dari Koridor 1 ini gimana? Apakah mau nyambung dengan MRT terus bayar lagi?" kata Direktur Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Yoga Adiwinarto kepada KompasProperti, Jumat (17/11/2017).
ITDP lantas melakukan survei terhadap 1.051 pengguna Transjakarta Koridor 1 yang berada di halte-halte sepanjang jalur tersebut.
Survei yang pengambilan datanya dilakukan secara online atau daring dan langsung ini justru menunjukkan hasil yang mengejutkan.
"Ketika diajukan pertanyaan kemungkinan dihapusnya Koridor 1 Transjakarta ketika MRT Jakarta beroperasi, lebih dari 80 persen responden keberatan apabila Koridor 1 Transjakarta dihapus. Sisanya tidak keberatan dan tidak peduli," kata dia.
Dengan tingkat margin of error mencapai 3 persen, hasil survei menunjukkan hanya 16 persen responden yang berniat pindah menggunakan MRT bila Koridor 1 dihapus.
Sementara, pilihan terbesar yaitu sebanyak 25 persen, mereka akan menggunakan ojek daring sebagai pilihan moda transportasi.
Sebagian lain sebesar 14 persen akan menggunakan Transjakarta koridor lain, dan masing-masing 8 persen akan memilih menggunakan kendaraan pribadi baik itu sepeda motor atau mobil.
Sisanya, mereka akan menggunakan taksi daring (7 persen), kopaja (6 persen), KRL (5 persen), bus kota (5 persen), mikrolet (2 persen), taksi/ojek konvensional (2 persen), jalan kaki (2 persen) dan sepeda (1 persen).
"Memang kita hargai ojek online itu inovatif, tapi kalau begini proyek triliunan rupiah itu (MRT) jadi tidak seefektif itu (mengurangi macet)," ujarnya.
Menurut Yoga, kunci dalam mengurangi minat masyarakat menggunakan kendaraan pribadi yakni dengan membangun sistem transportasi publik yang terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan.
Pasalnya, ketika masyarakat justru berpindah menggunakan transportasi online, maka harapan untuk mengurangi kemacetan pun akan sia-sia.
Alih-alih menggunakan moda transportasi umum lainnya, responden malah lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi dan transportasi online untuk berkomuting.
"Tentunya ini akan menyebabkan menurunnya mobilitas warga di Jakarta karena jumlah kendaraan pribadi yang melintas akan semakin bertambah yang menyebabkan kemacetan," kata dia.
Untuk itu, ITDP menyarankan, agar Transjakarta Koridor 1 tetap beroperasi bersamaan pengoperasian MRT.
Selain itu, pemerintah perlu membangun sistem transportasi publik yang lebih terintegrasi, mulai dari infrastruktur, sistem pembayaran dan operasionalisasi antar moda.
"Terakhir, perlunya rencana pembatasan kendaraan pribadi (motor, mobil dan ojek online) saat MRT Jakarta beroperasi dan terintegrasi dengan Transjakarta Koridor 1," tuntasnya.
https://properti.kompas.com/read/2017/11/20/100447421/jika-koridor-i-transjakarta-dihapus-pengguna-moda-online-melonjak