JAKARTA, KompasProperti - Kecelakaan pada proyek Jalan Tol Pasuruan-Probolinggo (Paspro), Minggu (29/10/2017), seharusnya tidak perlu terjadi.
Pasalnya, pekerjaan konstruksi proyek tol itu dinilai lebih sederhana bila dibandingkan dengan proyek Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta atau pekerjaan jalan layang (flyover) Cipulir.
"Itu konstruksinya simpel. Begini, cuma ada pilar,. Di antara pilar itu ditempatkan balok precast yang sudah dicetak. Jadi sebenarnya simpel sekali," kata Ketua Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia Davy Sukamta kepada KompasProperti, Senin (30/10/2017).
Imbas dari kecelakaan tersebut, Minggu (29/10/2017) seorang pegawai PT Waskita Karya (Persero) Tbk, Heri Sunandar, meninggal di tempat. Sementara dua lainnya, Sugiyono yang juga karyawan Waskita dan Nurdin yang bekerja di PT Panca Sakti mengalami luka-luka.
Davy menduga, kecelakaan terjadi bukan akibat kegagalan dalam perencanaan, melainkan saat pelaksanaan. Bila kegagalan terjadi dalam perencaan, bentuk runtuhan balok girder akan berbeda. Selain itu, kegagalan atau runtuh kemungkinan akan terjadi sejak pemasangan girder pertama.
"Kalau lihat foto yang ada, itu patah di beberapa tempat kemungkinan karena jatuh. Kalau jatuh itu biasanya karena posisinya cukup tinggi, baloknnya juga langsing, dudukkannya enggak bagus, jadi dia bisa jatuh. Jadi ceroboh menurut saya itu," ujarnya.
Namun demikian, Davy enggan menilai, apakah nantinya pengembang proyek, PT Waskita Karya (Persero) Tbk, dapat dipidana akibat kecelakaan ini.
Undang-undang (UU) Nomor 2 Tahun 2016 tentang Jasa Konstruksi, kata dia, juga tidak mengatur soal pasal pidana bila terjadi kegagalan konstruksi saat proses pelaksanaan.
"Itu ranah polisi. Tapi memang mencelakakan, jangankan konstruksi, misalnya kita mengemudi, bukan salah kita tapi ada orang lain yang meninggal itu kan juga jadi ranah polisi juga. Tapi kalau ada yang meninggal, cukup berat jadi masalah," kata dia.
https://properti.kompas.com/read/2017/10/30/082527121/kecelakaan-tak-perlu-terjadi-proyek-tol-paspro-lebih-simpel-dari-mrt