JAKARTA, KompasProperti - Banjir menjadi persoalan tahunan yang kerap dialami Indonesia dan juga negara-negara lain di dunia. Perubahan iklim dan cuaca yang ekstrim, menyebabkan banjir yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir semakin meningkat.
General Manager PT Grundfos Pompa Indonesia Giancarlo Roggiolani mencatat, setidaknya dalam sepuluh tahun terakhir sudah dua banjir besar terjadi di Jakarta, yaitu pada tahun 2007 dan 2013.
Akibat peristiwa itu, tidak sedikit warga yang menjadi korban, baik itu hilang maupun meninggal dunia.
Dampak lain yang ditimbulkan adalah rumah hanyut, infrastruktur rusak, proyek konstruksi yang sedang berjalan memerlukan biaya lebih besar dan waktu yang lebih lama untuk diselesaikan.
"Banjir juga memberikan dampak terhadap kesehatan masyarakat, baik itu berupa kontaminasi atas berbagai macam penyakit maupun polusi," kata Roggiolani dalam sebuah seminar di Jakarta, Selasa (24/10/2017).
Studi yang dilakukan Grundfos bekerja sama dengan Eco-Business menyatakan, perubahan iklim dan meningkatnya suhu global diperkirakan berdampak terhadap naiknya tinggi permukaan laut dan intensitas curah hujan.
Studi tersebut dilakukan terhadap 417 pemimpin industri berkelanjutan di Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam.
Sementara dari studi yang dilakukan terhadap para ahli di Indonesia, dinyatakan bahwa 60 persen responden percaya bahwa Indonesia akan menghadapi kondisi cuaca dan iklim yang jauh lebih ekstrim pada dekade berikutnya.
Hal itu memperkuat laporan Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), pada tahun 2070, sejumlah kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Palembang, Surabaya, dan Makassar diproyeksikan akan kehilangan aset senilai total 453 miliar dollar AS yang disebabkan oleh cuaca buruk seperti banjir.
Jakarta sendiri diperkirakan akan mengalami kerugian sebesar 321 miliar dollar AS.
"Responden merasa suhu rata-rata dan curah hujan telah meningkat di Indonesia. Mereka juga merasa bahwa musim hujan dan musim kemarau menjadi kurang bisa diprediksi," kata Research Director Eco-Busines Researc, Tim Hill.
Hill menambahkan, Pemerintah Indonesia selama ini telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi persoalan banjir.
Namun, menurut penilaian responden, diperlukan peningkatan sumber daya serta anggaran untuk investasi dalam menyelesaikan persoalan ini.
"Peningkatan partisipasi masyarakat juga dibutuhkan. Terutama, dalam pembebasan lahan dan pengelolaan lingkunga," lanjut Hill.
Faktor penyebab
Sementara itu, Ketua Kelompok Ahli Teknik Sumber Daya Air Institut Teknolog Bandung, Indratmo Soekarno mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan banjir terjadi di Indonesia.
Pertama, curah hujan yang tinggi, berkisar antara 2.000 sampai 4.000 milimeter per tahun. Intensitas hujan tinggi biasanya terjadi antara bulan Desember, Januari dan Maret.
Total permukaan air yang berasal dari hujan tahunan mencapai 3.906 juta meter kubik per tahun. Di sisi lain, kapasitas daerah serapan hanya berkisar 15,6 juta meter kubik.
"Sehingga hanya sebagian kecil dari air hujan yang dapat tertampung," kata Indratmo.
Faktor lainnya, adanya kegiatan penggundulan hutan di daerah tangkapan air, membuat limpasan permukaan tanah semakin meningkat. Di samping juga, banyaknya daerah yang tingginya di bawah permukaan lut.
"Land subsidence di beberapa area seperti di wilayah utara Pulau Jawa, Jakarta dan Semarang, juga menjadi penyebabnya," ujarnya.
Di Jakarta sendiri, kata Indratmo, penurunan muka tanah atau land subsidence berkisar antara 6-13 sentimeter per tahun. Bahkan di beberapa lokasi ada yang mencapai 27 sentimeter setiap tahunnya.
Terakhir, ia menambahkan, banjir diakibatkan kualitas sistem drainase yang buruk, baik itu dari segi desain maupun konstruksinya.
SIMP Project Sales Director Grundfos Allan Jessen mengatakan, mengatasi persoalan banjir bukanlah perkara mudah. Adanya pertumbuhan jumlah penduduk, curah hujan tahunan yang tinggi serta keterbatasan ruang menjadi salah penyebabnya.
Faktor lain yang tidak kalah penting yaitu industrialisasi serta arus urbanisasi yang masif yang membuat daerah serapan semakin berkurang.
Banjir adalah masalah umum yang dihadapi sebagian besar wilayah dataran rendah di kota-kota besar di Asia Tenggara dan di sebagian besar kota besar di Indonesia.
"Mengingat untuk mengatasi permasalahan dan kondisi geografis seperti ini tidaklah mudah, maka sangat penting untuk dapat meminimalisir kerusakan akibat banjir melalui pengelolaan sumber daya air terpadu," kata Jessen.
"Penerapan teknologi cerdas seperti sensor, grafik animasi hujan, dan solusi pemompaan cerdas adalah kunci untuk menanggulangi banjir di Indonesia," lanjut dia.
https://properti.kompas.com/read/2017/10/25/110000021/kalau-banjir-jakarta-bakal-rugi-321-miliar-dollar-as