Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga dituding tidak fokus pada penataan ruang wilayahnya. Ini terjadi sebagai akibat pendekatan komprehensif belum dilakukan secara maksimal untuk tidak dikatakan jalan sendiri-sendiri.
Baca: Reklamasi Harus Menjadi Opsi Terakhir
"Tata ruang Jakarta standarnya rendah. Di samping memang ego sektoral masih kental," ujar Ketua Umum IKatan Ahli Perencana (IAP) Bernardus Djonoputro kepada KompasProperti Senin (9/10/2017).
Menurut Bernie, sapaan akrab Bernardus, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerja sendiri, Kementerian Koordinator Kemaritiman bekerja sendiri, Pemprov DKI Jakarta bkerja sendiri, juga Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup juga kerja sendiri.
Sementara, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) yang seharusnya mengurus reklamasi, justru kurang berperan dalam menentukan kebijakan tata ruang di wilayah Teluk Jakarta.
"Seharusnya Kementerian ATR ikut andil," imbuh Bernie.
Lepas dari itu, kata dia, pemerintah sejatinya dapat menunjuk penanggung jawab utama proyek regenerasi kota atau urban regeneration, reklamasi dan penanganan Teluk Jakarta.
Proyek tersebut harus taat proses dan dibuat berdasarkan kajian yang bertanggung jawab. Meski demikian, untuk melanjutkan proyek ini, tidak membutuhkan peraturan daerah (perda) reklamasi.
Aturan yang dibutuhkan adalah Perda Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), Peraturan Zonasi (PZ), dan rancang kota atau urban design guide lines (UDGL).
Pemprov DKI Jakarta sendiri melalui Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Tuty Kusumawati merespons dicabutnya moratorium reklamasi ini dengan gerak cepat.
Menurut Tuty, Pemprov DKI Jakarta berencana mengirim surat kepada DPRD DKI Jakarta untuk melanjutkan pembahasan dan mengesahkan dua rancangan peraturan daerah (raperda) terkait reklamasi.
"Kepada DPRD mohon untuk segera dibahas dan disetujui bersama, dilakukan paripurna persetujuan untuk perda. Kami bersurat hari ini," kata Tuty di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jumat (6/10/2017).
Berbasis kawasan
Kata Bernie, meski secara teknis reklamasi lazim dilakukan di seluruh pesisir dunia, namun harus menjadi opsi terakhir dari upaya revitalisasi dan peremajaan kota.
Selain itu, reklamasi harus dipastikan akan mendukung program tata ruang yang tercantum dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW), RDTR, dan PZ untuk regenerasi kota serta menyediakan ruang lebih banyak untuk pembangunan rumah rakyat.
Bernie kemudian mengusulkan regenerasi kota melalui perencanaan, dan pembangunan yang berbasis kawasan.
Bukan hanya untuk pulau reklamasi, melainkan seluruh wilayah Jakarta. Jadi, langkah pertama adalah melengkapi kawasan-kawasan baik khusus, strategis, maupun prioritas dalam peninjauan kembali rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan RDTR yang saat ini sedang dilakukan.
Kemudian, fokus kerja pemprov dan wali kota-wali kota Jakarta adalah menyusun UDGL di kawasan-kawasan tersebut.
Termasuk kawasan-kawasan vital pemerintah seputar istana, kawasan khusus diplomatik di seputar Sekretariat ASEAN, transit oriented development (TOD) utama, peremajaan kawasan kumuh dan bandara sungai, kawasan sepanjang TB Sumatupang, dan lain lain.
Sebagai kota ke-4 terbesar di dunia, Jakarta harus mengimplementasikan kaidah, proses dan teknik perencanaan dan peremajaan yang matang.
"Kota kelas dunia seperti layaknya Tokyo, Shanghai, London, dan New York direncanakan dengan matang," cetus Bernie.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan memastikan pembangunan reklamasi di Teluk Jakarta dapat dilanjutkan.
Baca: Moratorium Reklamasi 17 Pulau di Teluk Jakarta Resmi Dicabut
Luhut juga telah mengeluarkan surat keputusan pencabutan sanksi administrasi bagi pengembang pulau C, D, dan G.
Dalam keterangannya, Luhut menjelaskan, seluruh pihak dilibatkan dalam kajian reklamasi tersebut. Pengawasan dan evaluasi dilakukan oleh PT PLN, PT Nusantara Regas, dan PT Pertamina Hulu Energi (PHE).
Keputusan ini mendapat tanggapan keras dari para aktivis penentang reklamasi. Mereka mempertanyakan penerbitan hak pengelolaan lahan (HPL) Pulau C dan D di Teluk Jakarta, terutama penerbitan HGB Pulau D untuk PT Kapuk Naga Indah.
Direktur RUJAK Center for Urban Studies Elisa Sutanudjaja mengatakan dengan diberikannya hak pengelolaan tersebut ada hak tiba-tiba keluar tanpa ada dasar, basis, dan kajian lingkungan.
"Proyek reklamasi seharusnya didahului dengan kajian pemanfaatan lingkungan. Kajian ini nantinya dijadikan Perda sebagai dasar hukum," kata Elisa.
Baca: Ini Kejanggalan HGB Pulau D Menurut Para Penentang Reklamasi
Pembahasan Perda reklamasi sendiri terhenti sejak anggota DPRD DKI Jakarta Sanusi terciduk akibat menerima suap dari pengembang terkait Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara.
https://properti.kompas.com/read/2017/10/09/130821521/polemik-reklamasi-potret-rendahnya-standar-tata-ruang-jakarta