Tak ada yang meragukan julukan ini. Bahkan, ada anekdot, dari 5 orang Ambon, hanya 1 di antaranya yang tidak bisa bernyanyi atau bermain musik.
Siapa yang tak terpikat dengan suara Glenn Fredly? atau siapa yang tak terhanyut dalam kenangan indah saat menyimak suara empuk Mike Mohede?
Musik adalah lingua franca, bahasa universal yang bisa mempersatukan keragaman latar belakang, selain sepak bola.
Baca: Terima Kasih Jokowi, Warga Ambon Bisa Selfie di Sini
Semangat ini pula yang memotivasi Ambon ini menjadi kota yang inklusif, ramah bagi semua. Mereka yang berbeda ini bahkan akan diakomodasi dalam sebuah permukiman layak dan terjangkau dengan nama "Permukiman Multietnis".
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Ambon mencanangkan pembangunan Perkampungan Multietnis ini menempati lahan seluas 4,5 hektar di kawasan Laha.
Perkampungan Multietnis ini dikembangkan sebagai bentuk inisiatif Kota Ambon menuju kota terbuka bagi masyarakat dari berbagai etnis, agama, suku, dan budaya berbeda untuk dapat tinggal dan hidup di ibu kota Maluku ini.
"Ini sekaligus menegaskan bahwa Kota Ambon ini kota paling toleran, dan terbuka bagi siapa saja," ujar Ismail menjawab KompasProperti, saat pelaksanaan perjalanan media dalam memperingati Hari Habitat Dunia (HHD) dan Hari Kota Dunia (HKD) di Ambon, Kamis (5/10/2017).
Saat ini, Perkampungan Multietnis sedang dalam tahap pembebasan lahan dan proses perizinan serta akan mulai dibangun pada 2018 mendatang.
Selain membangun Perkampungan Multietnis, kota Ambon juga tengah berbenah memperbaiki kualitas hidup warganya dengan pengembangan infrastruktur dan aksesibilitas berupa jalan lingkungan permukiman, penanganan kawasan kumuh, dan pengembangan ruang terbuka hijau yang dapat diakses publik.
Untuk penanganan kawasan kumuh, Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon telah menetapkan 102.64 hektar sebagai kawasan kumuh yang tersebar di 15 kelurahan melalui Surat Keputusan Wali Kota Ambon Nomor 402/2014 tentang Penetapan Lokasi Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh di Kota Ambon.
Dari 15 kawasan kumuh tersebut, dua di antaranya yakni Batu Merah dan Rijali masuk dalam kategori kumuh berat. Sedangkan 13 lainnya diklasifikasikan sebagai kawasan kumuh sedang.
"Saat ini, kawasan kumuh yang sudah tertangani seluas 55,8 persen," ucap Ismail.
Sekretaris Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Rina Agustin Indriani, mengatakan, penanganan kawasan kumuh menjadi lebih baik akan berdampak pada peningkatan kualitas hidup.
Kawasan kumuh yang berubah menjadi lebih baik dan tertata akan menarik minat pengunjung dari berbagai kalangan untuk datang.
"Saya lihat di sini, kawasannya sudah tertata rapi, bersih, tidak ada sampah. Sementara banyak ibu rumah tangga yang berbisnis kuliner. Kalau kondisinya demikian bersih dan tertata, akan menarik minat orang untuk berkunjung. Ini potensi keekonomian yang bisa digarap lebih serius. Pada gilirannya, penghasilan (income) pun meningkat," tutur Rina, saat berkunjung ke Bata Merah, Jumat (6/10/2017).
Baca: Kawasan Kumuh Indonesia yang Tertangani Baru 17,60 Persen
Rina menuturkan, kesadaran warga Kota Ambon untuk berubah terlihat dari penerimaan program pengembangan kawasan permukiman perkotaan.
"Pada dasarnya kota Ambon telah mengarah menjadi kota terbuka. Mereka mau menerima nilai-nilai baru. Karena memang kota tidak bisa berdiri sendiri, harus dibangun secara bersama," cetus Rina.
Ambon sendiri dipilih Kementerian PUPR sebagai satu di antara 30 kota terbuka di seluruh Indonesia dalam kerangka memperingati Hari Habitat Dunia (HHD) dan Hari Kota Dunia (HKD) pada 31 Oktober 2017 nanti.
Kota-kota lainnya adalah Banda Aceh, Medan, Tanjung Pinang, Padang, Pekanbaru, Banjarmasin, Balikpapan, Palangkaraya, Pontianak, Tarakan, dan Nunukan.
Selanjutnya Kabupaten Tangerang, Bogor, Cirebon, Semarang, Surakarta, Tegal, Pekalongan, Yogyakarta, Malang, dan Surabaya. Kemudian Ternate, Sorong, Jayapura, Makassar, Palu, Manado, dan Kendari.
https://properti.kompas.com/read/2017/10/06/134623121/ambon-menuju-kota-terbuka