Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Disebut Ombudsman Langgar UU, Lippo Beralasan Izin dalam Proses

Komisioner Ombudsman Alamsyah Siregar menilai praktik pemasaran yang dilakukan Lippo ini melanggar Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

Sementara itu, menurut Direktur Informasi Publik Meikarta Danang Kemayan Jati, studi Analisis mengenai dampak Lingkungan (Amdal) sebagai rekomendasi utama terbitnya IMB masih dalam proses.

Hal ini mengemuka dalam diskusi terbuka antara Ombudsman dan Lippo Group sebagai pengembang Meikarta di kantor Ombudsman, Jakarta, Jumat (8/9/2017).

Kata Alamsyah, mengacu pada UU Rusun, promosi baru boleh dilakukan jika proyek yang dipasarkan telah mengantongi izin.

Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 42 ayat (2), yaitu pelaku pembangunan sekurang-kurangnya harus memiliki kepastian peruntukan ruang, hak atas tanah, status penguasaan rusun, dan jaminan atas pembangunan rusun.

"Apakah boleh marketing dilakukan sebelum perizinan selesai? UU menyatakan tidak boleh. Kok kebiasaan ini di properti, termasuk Meikarta kayaknya promosi jalan terus," ujar Alamsyah.

Dia juga mempertanyakan, dengan bergulirnya praktik ini di sektor properti, berarti pemerintah telah melakukan pembiaran akan penegakkan aturan.

Baca: Promosi Meikarta Besar-besaran, Lippo Ingin Dongkrak Ekonomi Nasional

Kendati di satu sisi, UU tersebut memiliki sanksi pidana, namun Alamsyah tidak ingin satu perusahaan saja yang dikenakan sanksi.

Dia juga menegaskan, promosi sama halnya dengan marketing yang memang bukan merupakan transaksi.

Namun, promosi yang dilakukan Lippo di media massa baik cetak, daring, maupun televisi begitu jor-joran.

Alamsyah menilai pemasaran besar-besaran ini tidak adil jika dilanjutkan mengingat Lippo masih menunggu hasil studi Amdal yang kemudian menjadi dasar penerbitan IMB.

"Apa yang dilakukan Lippo telah terbukti masuk kategori promosi dengan skema membuka Nomor Urut Pemesana (NUP)," tambah dia.

Baca: Karena Meikarta, Peluncuran Proyek Kompetitor Ditunda

Meski demikian, Ombudsman juga akan meminta pendapat dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat.

Dalam hal ini, Pemkab Bekasi merupakan pihak yang berwenang dalam menerbitkan izin-izin proyek Meikarta.

Sementara Pemprov Jawa Barat sebagai pihak yang memberi rekomendasi kepada Pemkab Bekasi untuk menghentikan proses perizinan atas dasar Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2014.

"UU harus ditegakkan, karena bagi masyarakat, yang penting kepastian hukum ada. Jangan sampai kemudian karena kami (pemerintah) semua lambat (birokrasi), pebisnis 'nanti sajalah (izinnya) yang penting siklus bisnis jalan," jelas Alamsyah.

Danang sendiri mengakui studi Amdal memang belum terbit. Dengan begitu, secara otomatis, IMB pun belum dipegang.

Namun, sebenarnya lahan Meikarta seluas 84,6 hektar dari total 500 hektar sudah dibebaskan sepenuhnya.

Baca: Menjual Meikarta Sebelum Kantongi IMB, Lippo Sebut Tak Masuk Transaksi

"84,6 hektar ini kami sudah punya izin prinsip sampai Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) dengan peruntukkan apartemen, rumah sakit, sekolah dan sebagainya. Kami kirim dokumen Amdal pada Mei 2017," ujar Danang.

Danang memaparkan, seperti membangun rumah-rumah di Lippo Cikarang, saat akan membangun proyek di Meikarta, Lippo juga mengajukan Amdal di Kabupaten Bekasi.

Dalam proses studi tersebut, kondisinya masih normal yakni Lippo diharuskan melengkapi beberapa dokumen.

"Namanya menyusun Amdal kami kan enggak sendiri, tapi sama konsultan," jelas dia.

Danang melanjutkan, Amdal kawasan sendiri sudah ada. Perusahaan sudah mengantongi Amdal kawasan sejak 1984. Saat itu, Amdal yang keluar adalah untuk kawasan industri.

Kemudian ketika ada perubahan, Lippo mengikuti aturan dengan mengubah peruntukkan dan mengajukan kembali studi Amdal.

Jadi, Amdal untuk bangunan di atas lahannya, seperti apartemen dan rumah sakit untuk proyek Meikarta, masih dalam proses.

"Berdasarkan pengalaman, karena saya kurang tahu tertulisnya, dari beberapa proyek yang mendapat IMB itu cepat, paling lama 2-3 minggu. Yang lama itu studi Amdal," imbuh Danang.

Baca: Menjual Meikarta Sebelum Kantongi IMB, Lippo Sebut Tak Masuk Transaksi

Studi Amdal ini memakan waktu lama karena membutuhkan sidang rekomendasi dari para ahli, hingga beberapa kali. Biasanya proses Amdal memakan waktu 2-3 bulan.

Mengingat dokumen Amdal sudah diajukan sejak Mei 2017, Lippo berasumsi paling lama Agustus 2017 studinya sudah selesai.

Terlebih lagi, menurut Danang, Lippo sudah mulai bisa membayar IMB setelah 3 bulan proses studi Amdal berjalan.

Dengan mempertimbangkan perkembangan proses tersebut, Lippo kemudian memutuskan untuk melakukan soft launching Meikarta pada 17 Agustus.

Namun tiba-tiba di ujung proses studi Amdal, muncul rekomendasi dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat untuk menghentikan kajian yang dikeluarkan berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2014.

"Sampai kemudian muncul ramai Perda. Terus terang selama mengembangkan Lippo Cikarang kami tidak paham Perda itu. Kami kembangkan di satu desa tidak sampai lintas Kabupaten. Apalagi izin lokasi sudah ada," kisah Danang.

https://properti.kompas.com/read/2017/09/11/075847721/disebut-ombudsman-langgar-uu-lippo-beralasan-izin-dalam-proses

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke