Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Frederich Silaban dan Ketidaklaziman Masjid Istiqlal

JAKARTA, KompasProperti - Sebagai sebuah simbol, Masjid Istiqlal tak hanya menjadi kredo persatuan dan kesatuan nasional. Masjid yang dirancang Frederich Silaban, seorang non muslim itu, juga kental nilai-nilai keislaman.

"Saya membayangkan arsitek Silaban ini, pasti membayangkan what is Islam. Bukan sekadar simbol, tetapi juga kajian teologis," kata Wakil Ketua Badan Pelaksana Pengelola Masjid Istiqlal (BPPMI) Bahrul Hayat, saat seminar bertajuk "Menjelang 50 Tahun Masjid Isqtiqlal" di Jakarta, Minggu (10/9/2017).

Ada sejumlah keunikan yang dimiliki Istiqlal. Sebagai masjid terbesar di Indonesia, Bahrul mengungkapkan, arsitektur Istiqlal terbilang simple dan cukup modern saat dibangun pada eranya ketika itu.

Bila pada umumnya sebuah masjid memiliki desain yang menakjubkan pada ruang imam, hal itu justru tidak terlihat pada Istiqlal.

"Yang mengagumkan justru tidak menghadap pada sisi depan, tetapi dilihat pada kubah. Kubah yang terbuat dari stainles steel ini sangat detail," kata dia.

Masjid Istiqlal juga dilengkapi dengan plaza terbuka. Hal ini tidak lumrah ditemukan pada rancang bangun masjid di Indonesia. Desain plaza terbuka lebih sering terlihat pada masjid-masjid di Timur Tengah.

Keberadaan plaza terbuka itu cukup menolong pengurus masjid, terutama pada saat penyelenggaraan ibadah Sholat Iedul Fitri maupun Iedul Adha.

Pasalnya, jamaah tidak perlu melaksanakan sholat hingga ke parkiran kendaraan, melainkan cukup dengan menempati plaza yang ada bila tidak kebagian di sisi dalam.

"Berikutnya saya melihat, arsitek ini menangkap the one of god pada desain minaret," kata dia.

Minaret merupakan sebuah menara tempat seorang muadzin biasa mengumandangkan adzan. Keunikan pada minaret ini terletak pada tingginya yaitu 6.666 sentimeter. Angka tersebut sama seperti jumlah ayat yang terdapat pada Al-Qur'an.

Keunikan lainnnya juga terdapat pada kubah masjid yang menjadi simbol nasionalisme. Kubah terbesar yang menjadi ikon interior masjid memiliki diameter 45 meter.

Sedangkan, kubah yang lebih kecil memiliki diameter 8 meter. Adapun tinggi bulan dan bintang mencapai 17 meter. Bila angka-angka itu digabungkan maka membentuk tanggal kemerdekaan Indonesia yait 17 Agustus 1945.

"Meski masjid ini didesain bagi orang Indonesia yang sebagian besar sunni, tetapi masjid ini juga sering digunakan oleh duta besar Iran, yang merupakan syiah, untuk solat jumat," kata dia.

Lebih jauh, ia menambahkan, dalam merancang masjid ini, Silaban juga meletakkan segala kebutuhan pengurus secara lengkap.

Pertama, dari sisi tempat ibadah yang berada di atas tangga. Sedangkan, area tempat wudhu berada di lantai dasar. Hal tersebut, menurut dia, memudahkan para pengurus dalam menjaga tempat ibadah tetap bersih dan rapi.

Selain itu, Silaban juga membuat tujuh ruangan yang dapat dimanfaatkan sebagai lokasi kegiatan tambahan atau tempat pengurus masjid bekerja.

Uniknya, penamaan ketujuh ruangan itu mengambil nama-nama Asmaul Husna, yakni Al Fattah, Al Quddus, As Salam, Al Malik, Al Ghaffar, Ar Rozzaq, dan Ar Rahman.

"Bila kita melihat arti dari masing-masing nama, seakan Silaban menyarikan 99 nama Asmaul Husna ke dalam tujuh nama ruangan ini," ujarnya.

https://properti.kompas.com/read/2017/09/10/170332421/frederich-silaban-dan-ketidaklaziman-masjid-istiqlal

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke