Baik di dalam maupun di luar lingkungan rumah, ada saja masalah yang terjadi. Sebut saja masalah pertengkaran dalam rumah tangga, keributan antar-tetangga, perceraian, bunuh diri, dan kenakalan remaja.
Belum lagi bicara soal kasus kriminalitas, misalnya perampokan, pembunuhan, pemerkosaan, penculikan, penipuan, mutilasi, narkoba, dan aksi premanisme.
Persoalan lain yang tidak kalah menonjol yaitu masalah kebakaran bangunan. Bayangkan, begitu luasnya wilayah DKI jakarta, berapa banyak permukiman, gedung perkantoran dan bisnis, rumah sakit, sekolah dan kampus, tempat ibadah, pusat perbelanjaan, dan berbagai jenis bangunan yang harus dijaga keamanannya.
Dari sejumlah kebakaran yang terjadi, sudah begitu banyak orang yang menjadi korban jiwa dan luka, serta kehilangan harta berupa bangunan, benda berharga, dan kendaraan.
Sesuai data Dinas Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta, ada 1.139 kasus kebakaran yang terjadi pada tahun 2016. Korsleting menjadi penyebab utamanya.
Dari ribuan kebakaran itu, ada 20 orang korban tewas, 3.618 keluarga menjadi korban, serta hangusnya harta benda yang bernilai sekitar Rp 212 miliar. Belum lagi lenyapnya ratusan rumah yang tidak bisa dikembalikan lagi ke kondisi semula karena hangus terbakar.
Salah satu dampak dari berbagai persoalan yang terjadi di Ibu Kota yaitu penyakit gangguan jiwa. Saat ini semakin banyak orang yang menderita stres dan berakibat gangguan jiwa.
Contohnya, tampak sejumlah penderita gangguan jiwa yang berkeliaran di jalan. Ada 2.283 penderita sakit jiwa di jalanan yang dijaring Dinas Sosial Pemprov DKI Jakarta pada tahun lalu.
Angka itu sudah meningkat 668 orang dari tahun sebelumnya, dan akan terus bertambah setiap tahun. Sebenarnya itu pun bukan angka sesungguhnya karena ada juga penderita yang dirawat oleh keluarganya dan tidak masuk data Dinas Sosial.
Tingginya tingkat stres di Jakarta menjadi kenyataan hidup yang banyak dialami penduduknya. Semakin hari tekanan semakin besar dan persaingan hidup semakin ketat.
Menurut data Kementerian Kesehatan, DKI Jakarta menjadi provinsi dengan jumlah pasien gangguan jiwa paling banyak, yakni mencapai 2,03 persen dari jumlah penduduk di Indonesia.
Direktur Bina Upaya Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan Eka Viora mengatakan, masyarakat di kota besar mengalami stres karena beratnya beban dan tuntutan kerja.
Sementara di kota kecil, penduduknya stres akibat masalah ekonomi, misalnya kemiskinan dan kesulitan mendapat kesempatan kerja.
Dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), didapat data bahwa 6 persen masyarakat Indonesia yang usianya lebih dari 15 tahun rentan mengalami gangguan mental emosional. Mereka yang dimaksud yaitu orangtua, perempuan, serta orang berpendidikan dan berpenghasilan rendah yang tinggal di kota.
Sehubungan dengan itu, Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Danardi Sosrosumihardjo mengatakan, stres yang berubah menjadi rasa cemas atau depresi tergantung pada besarnya tekanan yang terjadi dan daya tahan seseorang menghadapi tekanan itu.
Dari sebagian masalah sosial yang nyata terjadi di Ibu Kota, masih layakkah Jakarta dijadikan tempat untuk hidup yang layak. Sebab, tidak ada jaminan bahwa berbagai masalah tersebut akan berkurang, yang ada malah bertambah setiap tahunnya.
Pernahkan terlintas di benak Anda untuk pindah kota lain? Coba pertimbangkan lagi, siapa tahu sudah waktunya Anda bergeser ke kota dengan kondisi yang lebih nyaman dan layak huni.
Hal itu bisa dimulai dari memilih tempat tinggal. Bagi Anda yang mencari hunian sejenis apartemen di sekitar Jabodetabek, baik untuk ditempati maupun investasi, salah satu lokasi yang pantas dilirik yaitu di Cikarang.
Saat ini, salah satu rencana besar bagi Anda yang ingin mempunyai apartemen di Cikarang adalah Meikarta. Sebagai kawasan kota baru yang akan tumbuh, kawasan ini bisa menjadi alternatif lingkungan yang nyaman.
https://properti.kompas.com/read/2017/09/06/175800621/bukan-lagi-zona-nyaman-ada-apa-dengan-jakarta-