BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dan Meikarta
Salin Artikel

Jakarta yang Makin Macet dan "Kejam"

Masih terekam jelas peristiwa pada Senin (12/7/2017) pagi, yaitu saat netizen di Jakarta mengeluhkan parahnya kemacetan Jakarta di Twitter. Kicauan para netizen itu seputar kemacetan di wilayah Mampang dan Kuningan yang kemudian menjadikan Mampang sebagai trending topic Indonesia di Twitter.

Saat itu, pantauan KompasTekno pada pukul 10.30 WIB, kata "Mampang" berada di urutan keempat topik utama Indonesia. Sejumlah netizen mengicaukan parahnya kemacetan di Mampang. Sebagian mengaku terjebak hingga berjam-jam di jalur Mampang-Kuningan.

Itu terjadi pada Juni lalu. Bagaimana dengan tadi pagi? Siang ini atau petang nanti?

Kemacetan lalu lintas di kota besar seperti Jakarta memang telah menjadi hal biasa atau menjadi "normal" bagi warganya. Sebagai dampaknya, waktu berkualitas untuk keluarga atau kerabat pun tergerus.

Hasil penelitian INRIX atau lembaga analisis data kemacetan lalu lintas asal Washington, Amerika Serikat, yang dipublikasikan di laman mereka, Senin (20/2/2017), memaparkan bahwa pada 2016 pengendara mobil di Jakarta menghabiskan waktu 55 jam dalam setahun akibat terjebak kemacetan.

Data itu menempatkan Jakarta di peringkat ke-22 kota termacet di dunia. Hasil survei itu juga menunjukkan bahwa kemacetan Jakarta "hanya" lebih baik dibandingkan Bangkok, Thailand, yang menempati peringkat pertama sebagai kota termacet di Asia Tenggara dengan waktu total 64,1 jam setahun.

Tak cuma macet yang jadi biang keladi stres dan ketidaknyamanan hidup di Jakarta. Jangankan berkendara di jalan, di trotoar pun orang makin tidak nyaman berjalan-jalan di Jakarta.

Sebutlah pengalaman Dita Wahyunita (24), seorang analis pemasaran. Menurut dia, banyak trotoar yang rusak, galian listrik terbuka, saluran air tidak tertutup rapat, dan makin banyaknya pengendara sepeda motor yang menyerobot jalur pedestrian itu.
 
"Saya punya berbagai alasan sehingga merasa tidak nyaman saat berjalan di trotoar. Trotoar di sini sangat mengerikan, berbeda dari negara lain yang trotoarnya lebar dan diperuntukkan bagi pejalan kaki," ujar Dita seperti dimuat KompasProperti (21/8/2017) yang dikutip dari The New York Times.

Baca: Kota Tak Ramah Pejalan Kaki Itu Bernama Jakarta...

Hasil riset yang dilakukan Stanford University baru-baru ini mengungkapkan, Indonesia merupakan negara dengan penduduk terbanyak keempat di dunia, tetapi jumlah pejalan kakinya sehari-hari cuma sekitar 3.513 orang.

Hongkong menempati urutan pertama dengan jumlah 6.880 orang, diikuti China pada urutan kedua dengan 6.189 orang. Dilanjutkan Ukraina, Jepang, dan Rusia di posisi lima besar.

Riset itu dilakukan terhadap 717.000 orang di 111 negara, yaitu melalui sebuah aplikasi yang dirancang oleh peneliti Stanford, lalu dipasang di smartphone dan smartwatch mereka.

Adapun Jakarta merupakan kota besar yang dihuni oleh lebih dari 10 juta jiwa. Untuk wilayah metropolitannya bisa mencapai lebih kurang 30 juta jiwa.

Itu merupakan gambaran betapa susahnya berjalan kaki di kawasan Ibu Kota. Sesuai data pemerintah daerah, dari total jalan sepanjang lebih kurang 7.200 kilometer, cuma 7 persen yang menyediakan trotoar.

Tim Althoff, ketua tim peneliti yang juga seorang kandidat doktor asal Jerman di bidang ilmu komputer di Stanford, menambahkan bahwa buruknya kualitas udara di Jakarta juga membuat para pejalan kaki merasa kepanasan.

Bahkan, di wilayah tertentu, tingkat polusi udara mencapai kategori "tidak sehat", yaitu melebihi ambang batas yang ditetapkan Badan Perlindungan Lingkungan AS.

Akibatnya, daripada berjalan kaki, penduduk Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia cenderung menggunakan mobil, bus, taksi, atau sepeda motor menuju ke suatu tempat yang cuma berjarak 200 meter.

Orang merasa khawatir saat berjalan di trotoar. Tak terkecuali para ekspatriat yang sudah lama tinggal di Indonesia.

Fransino Tirta, Chief Executive Officer One Pride, mengatakan, masyarakat tidak bisa berharap kepada Pemprov DKI Jakarta untuk membangun lebih banyak trotoar.

"Orang harus proaktif. Jika berjalan kaki tidak nyaman, mereka dapat mencari aktivitas lain untuk mencari kebugaran dan kesenangan," ujar pria yang juga pemilik pusat kebugaran itu.

Studi Japan International Cooperation Agency (JICA) pada 2000 lalu menyebutkan bahwa Jakarta terancam menjadi kota gagal akibat kemacetan sangat parah pada 2014. Meski tak sepenuhnya terbukti, tetapi JICA tak mengada-ada, mungkin tinggal menunggu waktu.

Tentu saja, kemacetan yang sedemikian hebat itu membuat mobilitas orang Jakarta sangat lamban sehingga memengaruhi rendahnya produktivitas mereka. Jutaan warga Jakarta harus menghabiskan waktu berjam-jam untuk pulang-pergi dari dan ke tempat kerja.

Itu pun masih harus menghadapi siksaan oleh sarana angkutan umum yang tidak nyaman dan tidak aman. Mengambil jalan di trotoar pun tak kalah mengerikannya.
 
Kini, setelah mengetahui sepenggal masalah yang terjadi di jalanan Ibu Kota itu, sudah waktunya Anda mencari lingkungan dengan kondisi jalanan yang lebih aman dan nyaman.

Hal itu bisa dimulai dari memilih tempat tinggal. Bagi Anda yang mencari hunian sejenis apartemen di sekitar Jabodetabek, baik untuk ditempati maupun investasi, salah satu lokasi yang pantas dilirik yaitu di Cikarang.

Saat ini, salah satu rencana besar bagi Anda yang ingin mempunyai apartemen di Cikarang adalah Meikarta. Sebagai kawasan kota baru yang akan tumbuh, kawasan ini bisa menjadi alternatif lingkungan yang ramah bagi pejalan kaki.

https://properti.kompas.com/read/2017/09/06/151810121/jakarta-yang-makin-macet-dan-kejam

Bagikan artikel ini melalui
Oke