Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kota Layak Anak

Jarak antarrumah yang dibatasi brandgang (jalur pemadam kebakaran) atau selokan kecil adalah ruang ruang misteri penuh petualangan bagi kita anak-anak.

Bila liburan tiba, maka semua anak di RT kami turun ke ruang-ruang misteri, berharap petualangan ala Tom Sawyer dan Huckleberry Finns.

Saya memilih menyusuri gorong-gorong sambil membayangkan Old Shaterhands dan Winettou dalam kisah epik karya Karl May.

Sepanjang malam Minggu, dengan pancing urek di tangan,  merogoh-rogoh lubang di sepanjang selokan, mencari tangkapan berharga berupa belut. Menegangkan!

Ruang misteri anak itu tempat saya tumbuh. Tidak sampai 45 tahun lalu, sekitar Gedung Sate Bandung begitu rindang memesona.

Sekarang ruang-ruang itu bertransformasi menjadi gedung kafe dan ruang para dewasa bercengkerama menghabiskan masa luang sambil menikmati kuliner.

Lantas, ke mana anak anaknya? Berdiri memandang pohon-pohon tua sepanjang Jalan Progo, saya hanya bisa melihat sekelabat bayang-bayang memori anak-anak berlari main bancakan dan bersepatu roda besi. Indahnya masa kecilku, saya beruntung.

Adalah sobatku sejak taman kanak-kanak Greg Hadi Nitihardjo,  yang mengingatkan saya sebagai perencana kota.

Hadi yang sekarang menjadi National Director SOS Kinderdorf, sebuah organisasi nirlaba didirikan oleh Hermann Gemeiner untuk pengasuhan dan hak anak berbasis keluarga, yang terus berkembang membangun village berbasis keluarga dengan 8 villages dari Aceh sampai Flores.

Kegusaran Greg tentang hilangnya elemen layak anak dalam desain tata kota kita di Indonesia sangat sahih.

Menurutnya, ini adalah isu besar karena para orang dewasa pengambil keputusan sedikit sekali menggunakan children's point of view, serta keputusan yang tidak mementingkan anak sebagai subyek utama. Akibatnya, ruang-ruang yang aman dan bersahabat bagi anak hilang dari kota.

Apa implikasi pada perencanaan kota, desain dan managemen kota, ketika kebutuhan dan hak anak menjadi isu sentralnya?

Bagaimana ruang ditata untuk memberi kesempatan anak mengamati dan menikmati alam, menjadi lebih sehat, dan mengembangkan pengetahuannya?

Dalam kesejukan taman di Leopoldskorn kota Salzburg, sejak 2015 sesi urbanisasi khusus membahas bagaimana sisi positif urbanisasi harus mampu menciptakan peluang dan momentum untuk reimagining kota-kota dunia dengan kacamata seorang anak.

Solusi investasi cerdas dan berbasis alam semakin diperlukan untuk menjadikan manusia sebagai subyek dalam transformasi pekerjaan para perencana kota, pengambil keputusan, dan pemerintah.

Ruang terbuka dan taman kota diposisikan sebagai perekat sosial dan antargenerasi.

Kini dengan kondisi kota Indonesia yang semakin cepat bertumbuh, dibutuhkan strategi yang holistik untuk melakukan revitalisasi kota, dengan memprioritaskan serta investasi, rencana dan desain ruang alam.

Place-making ruang sehat, desain ramah anak, dan infrastruktur penunjang, yang semua berbasis peningkatan layak huni dan kualitas hidup.

Ketika anak menjadi sentral isu masa depan kita, maka sebenarnya kita sudah memastikan kesejahteraan dan kejayaan mereka di masa depan.

Bapak-ibu wali kota, mau dibawa ke mana kita?

https://properti.kompas.com/read/2017/08/18/104959821/kota-layak-anak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke