JAKARTA, KompasProperti - Gerbang tol sering kali menjadi salah faktor penyebab terjadinya kemacetan di ruas jalan tol. Hal itu lantaran masyarakat menggunakan uang pecahan besar saat bertransaksi.
Menurut pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna, kebiasaan masyarakat menggunakan uang pecahan besar karena adanya keinginan untuk menukarkan uang mereka dalam pecahan lebih kecil.
"Bayangkan saja, tarif tol Rp 7.000 tapi bayarnya pakai uang Rp 100.000. Itu bagaimana sulitnya petugas sediakan (uang) recehnya," kata pengamat Yayat dalam sebuah diskusi di Rest Area KM 10 Jalan Tol Jagorawi, Rabu (31/5/2017).
Ia menyebut, Pemerintah Kota Bandung bahkan sampai memberikan gambaran lamanya proses transaksi tersebut. Hal itu setidaknya terlihat di Pintu Tol Pasteur.
"Kalau kita keluar pintu tol itu, ada petunjuk jumlah uang berapa dan lama waktu berapa. Misalnya, Rp 100.000 habiskan waktu sekian, Rp 50.000 habiskan waktu sekian," kata dia.
Kesulitan menyediakan uang receh juga diakui General Manager Jagorawi Roy Ardian Darwis. Bahkan, anak buahnya harus mencari tukaran uang ke sejumlah pihak, seperti toko ritel, warung kelontong, hingga tukang parkir.
Oleh karena itu, perlu diapresiasi ketika Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyepakati kerja sama terkait peningkatan elektronifikasi di jalan tol.
Kesepakatan itu diambil sebagai langkah untuk mengefisiensikan waktu pelayanan di pintu tol. Sejauh ini, dari 35 ruas jalan tol yang ada, baru 25 pesen masyarakat pengguna jalan tol yang telah memanfaatkan sistem pembayaran non tunai.
Pemerintah pun berencena mengintervensi penggunaan sistem pembayaran non tunai ke masyarakat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.