Dunia infrastruktur Indonesia kembali mendapat berita cukup membingungkan, ketika Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) beberapa hari lalu mengumumkan rencana mendirikan Public Private Partnership (PPP) Center, atau pusat Kemitraan Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
Baca: Gaet Investor, Pemerintah Bentuk "PPP Center"
Membingungkan, karena kini pemerintah Indonesia memiliki setidaknya empat institusi yang mengurusi KPBU, yaitu KPPIP atau Komite Percepatan Pembangunan Infrastruktur Prioritas yang berada di Kementerian Koordinator Perekonomian, unit PPP di bawah Badan Fiskal Kementerian Keuangan, direktorat PPP di Bappenas, dan sekarang di kementerian PUPR.
Alih-alih semakin fokus, pemerintah terlalu bersemangat sehingga mengesampingkan koordinasi antar-kementerian. Keempatnya seolah mengurusi atau mendapat mandat menggaet swasta masuk proyek infrastruktur prioritas. Semua bicara proyek yang sama.
Lantas bagaimana nasib persiapan proyek?
Persiapan proyek sangat penting agar bisa ditawarkan ke swasta, dan memiliki studi kelayakan serta perhitungan awal yang berlaku sesuai standar internasional. Dengan begitu, investor tertarik.
Dari 225 proyek strategis nasional yang termaktub dalam Perpres No.3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, tidak ada satu pun proyek atau calon proyek yang memiliki studi kelayakan final dan mumpuni.
Masalahnya, berapa pun anggaran yang tersedia, pemerintah dan Kementerian PUPR dalam hal ini secara agregat tetap akan kekurangan keuangan untuk membangun infrastruktur hingga 2019 agar pertumbuhan ekonomi mencapai 6 persen-7 persen. Masih ada kekurangan hampir 150 miliar dollar AS atau Rp 1.500 triliun yang harus diepnuhi oleh investasi swasta di bidang infrastruktur.
Pertanyaannya sekarang, siapakah yang bertanggung jawab? Maukah swasta masuk ke sektor infrastruktur?
Terdapat 30 proyek prioritas yang harus segera diselesaikan yakni Jalan Tol Balikpapan-Samarinda, Tol Manado-Bitung, Tol Panimbang-Serang, Tol Trans Sumatera, Kereta Api Cepat Bandara Internasional Soekarno-Hatta, MRT Jakarta, dan Tol Makassar-Pare Pare.
Selain itu juga Pelabuhan Hub International Kuala Tanjung dan Bitung, 6 pembangkit listrik dan sistem distribusi listrik di Jawa dan Sumatera, kilang minyak Bontang, Tuban dan revitalisasi kilang yang ada saat ini. Beberapa kota juga akan membangun air bersih dan manajemen limbah.
Fokus
Hemat saya, semua kementerian fokus saja dan terus mendalami mencari jalan agar semua 18 jenis infrastruktur sesuai Perpes 38/2015 bisa berjalan. Sampai saat ini belum terlihat usaha para kementerian ini untuk punya kata sepakat tentang penanganan KPBU.
Banyak sekali penyesuaian yang harus dilakukan kementerian-kementerian. Contohnya Kementerian PUPR, rejim kontrak KPBU melalui Badan Pengatur jalan Tol (BPJT) untuk jalan tol sudah baik, tinggal ditingkatkan dengan pola konsesi lain seperti availability payment.