JAKARTA, KOMPAS.com - Bagi pekerja formal, mendapatkan rumah melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR) cukup dengan menyertakan syarat penghasilan per bulan.
Sementara bagi pekerja informal, yaitu orang-orang yang bekerja tanpa penghasilan tetap, tentu menjadi kendala. Pada gilirannya bank penyalur KPR enggan menyetujui aplikasi mereka.
Alhasil, orang-orang yang bekerja di sektor informal ini adalah mereka yang non-bankable.
Menurut Ketua DPD Realestat Indonesia (REI) Sulawesi Selatan, Muhammad Arief Mone, hal ini juga menjadi faktor tersendatnya pembangunan perumahan. Padahal, pihaknya dituntut untuk mengurangi angka kebutuhan rumah atau backlog.
"Backlog bukan pada orang-orang dengan penghasilan tetap. Sulawesi Selatan (Sulsel) punya backlog 370.000 unit rumah, 60-70 persennya ada pada mereka yang non-bankable," ujar Arief kepada Kompas.com, Minggu (19/6/2016).
Ia mengatakan, kemampuan masyarakat informal dari sisi perbankan selalu tertahan pada tahap administrasi sehingga akhirnya pengajuan KPR tidak disetujui.
Arief menambahkan, bahkan ada masyarakat yang sudah mengajukan KPR 2-3 kali, namun tidak membuahkan hasil.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah harus berada di garis terdepan. Pemerintah perlu mencarikan solusi penjaminan bank yang lebih kuat lagi supaya masyarakat informal bisa mendapatkan KPR.
"Sebagai metropolitan, semua orang di daerah urbanisasi ke kota Makassar. Pekerjaan di pusat kota itu semua segmen ada, terutama informal, misalnya buruh, tukang sayur, atau pedagang bakso. Mereka kan juga butuh rumah," jelas Arief.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.