JAKARTA, KOMPAS.com - Apakah Anda, karyawan swasta atau pegawai negeri sipil (PNS) sudah menerima uang tunjangan hari raya (THR) atau gaji ke-13?
Jika ya, jangan dihabiskan. Ada baiknya Anda menyisihkannya untuk dialokasikan membeli rumah.
Pasalnya, harga rumah di beberapa wilayah saat ini mengalami stagnasi. Bahkan, ada rumah yang ditawarkan dengan harga lebih rendah ketimbang peluncuran perdananya.
Mari kita hitung, katakanlah uang THR Anda yang kebetulan PNS sebesar Rp 8 juta dan sebesar Rp 4,8 juta atau 60 persen dari gaji pokok Rp 8 juta untuk karyawan swasta.
Dengan dana sebesar itu, Anda sudah bisa membayar uang tanda jadi Rp 2,5 juta untuk rumah seharga Rp 156 juta ukuran 22/60 di Citra Indah, Jonggol, Jawa Barat.
Rumah tersebut bisa "dimiliki" selama 15 hari ke depan sebelum Anda membayar uang muka atau down payment (DP) 5 persen atau 10 persen dari harga rumah.
Dikurangi uang tanda jadi, maka Anda diharuskan membayar DP hanya Rp 5,3 juta untuk opsi 5 persen, dan Rp 13,1 juta untuk opsi 10 persen.
Sebagai catatan, skema pembayaran itu berlaku bagi Anda yang memilih menggunakan fasilitas kredit pemilikan rumah (KPR).
Anda bisa juga melirik Perumahan Alam Bayti 2 di Depok. Perumahan ini dipasarkan dengan harga mulai dari Rp 270 juta untuk tipe 32/72. DP plus uang tanda jadi tak sampai Rp 20 juta.
Demikian halnya dengan Grand Mulia Mekarwangi di Bogor. Untuk rumah tipe 36/60 dibanderol hanya Rp 130 juta. Anda bisa memilih DP 10 persen atau 20 persen dengan uang tanda jadi Rp 2,5 juta saja.
Jadi, bukan tanpa alasan jika Director Head of Research & Consultancy Savills Anton Sitorus berpendapat inilah saatnya membeli properti, terutama rumah.
Menurut Anton, pasar properti Indonesia saat ini masih ada di posisi price falling. Harga sedang mengalami stagnasi, untuk tidak dikatakan cenderung turun.
Banyak konsumen dan investor yang masih menunda pembelian seraya menunggu kebijakan fiskal pemerintah yang diharapkan bisa lebih menggenjot gairah bisnis properti.
CEO Ciputra Group Candra Ciputra mengatakan aksi tunda konsumen dan investor itu mengakibatkan penjualan menurun, tidak sebagus tahun lalu dan tahun-tahun sebelumnya.
"Banyak yang menunda. Mereka menunggu kepastian, dan aturan pajak lebih proper," ujar Candra kepada Kompas.com, Rabu (15/6/2016).