BOGOR, KOMPAS.com - Keputusan untuk menikah telah dipikirkan matang-matang. Meskipun di hari-hari kemudian, Mun, 40, dan suaminya terpaksa tinggal di tempat seadanya.
Bagi sebagian besar orang, definisi rumah berarti tempat yang nyaman dan personal. Saat merasa lelah seharian bekerja, bertemu keluarga di rumah terasa seperti surga.
Namun bagi Mun, rumah yang selama ini ia tempati bersama keluarganya jauh dari kata nyaman. Keluarga yang membuat dirinya nyaman, bukan bangunan tersebut.
Himpitan ekonomi juga menjadi alasan mengapa selama 20 tahun, Mun "betah" tinggal di rumah yang beralaskan tanah dan berdinding kayu reyot. Tidak hanya itu, ia juga harus bolak-balik ke MCK di luar rumahnya jika ingin buang hajat.
"Waktu itu ditawarin, mau nggak rumahnya direnovasi jadi ada kamar mandinya. Ya saya bilang mau," tutur Mun kepada Kompas.com di kediaman barunya, Bojong Koneng, Babakan Madang, Bogor, Selasa (19/4/2016).
Sambil duduk di ubin, Mun bercerita, rumahnya ini baru berusia dua bulan. Rumah bercat putih dan oranye itu dibangun selama satu bulan.
Bantuan dari Habitat for Humanity mencakup bahan bangunan dan pekerja. Mun mengaku, ia hanya perlu menyediakan makan dan minum para pekerja tersebut.
Supaya waktu pembangunan lebih singkat, Mun juga meminta tolong kepada kerabat untuk membantu para pekerja dari Habitat for Humanity ini. Totalnya, ada 6 orang yang membangun rumah Mun.
"Keluar biayanya semua Rp 6 juta," sebut Mun.
Ia bersyukur kini memiliki rumah yang layak dengan kamar mandi dan dapur. Mun, suami, dan dua anaknya pun bisa berkumpul dengan nyaman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.