JAKARTA, KOMPAS.com - Melemahnya pertumbuhan ekonomi nasional yang berdampak pada kelesuan aktivitas bisnis masih berlanjut hingga kuartal I tahun 2016.
Menurut Director Office Service Colliers International Indonesia, Bagus Adikusumo, meski perlambatan tersebut sudah terjadi sejak awal 2015, namun pengaruh besarnya justru terasa pada tahun ini.
"Indikator terkuatnya adalah kinerja perkantoran yang memperlihatkan penurunan signifikan," ujar Bagus.
Bagus menjelaskan, tahun ini tingkat serapan dan permintaan seluruh kelas gedung perkantoran, terus melemah. Bahkan terburuk sejak 2013, terutama untuk gedung-gedung yang disewakan.
Tingkat serapan gedung perkantoran di central business district (CBD) Jakarta, misalnya, hanya mencapai 30 persen. Sementara tingkat serapan gedung perkantoran sewa di luar CBD Jakarta sekitar 42 persen.
Rendahnya tingkat serapan ini diperparah dengan tambahan suplai perkantoran baru dalam tiga bulan pertama tahun 2016, sebesar 1 juta meter persegi di seluruh Jakarta. Seluas 63,6 persen di antaranya berada di CBD.
Di sisi lain ruang-ruang kosong perkantoran yang belum terserap pasar juga seluas 1 juta meter persegi. Jumlah ini hampir setara dengan 121 kali luas lapangan sepakbola standar internasional.
Hal itu kemudian membuat tarif sewa terus tertekan, sehingga mendorong pemilik dan pengelola memberlakukan diskon besar-besaran demi mendatangkan penyewa untuk mengisi gedung-gedungnya.
"Ketimbang kosong, sementara biaya operasional terus berjalan, lebih baik disewakan namun dengan harga rendah," kata Bagus.
Menurut dia, potongan harga yang sudah ditempuh oleh beberapa pemilik dan pengelola gedung berkisar antara 30 persen hingga 50 persen. Dan itu terjadi di gedung-gedung perkantoran baru yang belum mendapat penyewa.
Alhasil tarif permintaan (asking price) dan tarif yang ditransaksikan (transacted price) pun ikut melorot.
Jika asking price masih berada pada kisaran 30 dollar AS hingga 35 dollar AS per meter persegi per bulan di luar biaya perawatan, tarif yang ditransaksikan bisa lebih rendah.
Bagus mencontohkan gedung perkantoran baru di kawasan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.
"Asking price-nya 30 dollar AS per meter persegi per bulan, namun harga transaksi hanya Rp 250.000 per meter persegi per bulan. Perlakuan istimewa bisa terjadi jika penyewanya mengokupasi ruang dengan ukuran lebih luas," tutur Bagus.
Namun begitu, upaya tersebut tak jua mampu mendongkrak tingkat hunian ke angka lebih tinggi. Sebaliknya, terus merosot menjadi sekitar 84-88 persen.
Salah satu gedung perkantoran yang mengalami penurunan tingkat hunian adalah The Plaza, yang merupakan portofolio PT Plaza Indonesia Realty Tbk (PILN).
Gedung perkantoran premium ini mencatat tingkat hunian pada akhir tahun lalu sebesar 87,9 persen dengan tarif yang ditransaksikan sekitar 37 dollar AS per meter persegi di luar biaya servis.
Menurut Director dan Chief Operating Officer PILN, Mia Egron, kinerja tahun lalu memang sedikit menurun, tapi untuk tahun ini ada 16 penyewa baru yang merupakan perusahaan domestik dan multinasional.
"Di antaranya Roland Berger Consultants, Marque Serviced Office, Les Amis Holdings, dan Crown Group," sebut Mia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.