JAKARTA, KOMPAS.com - Hingga awal tahun 2016 ini investasi infrastruktur Indonesia belum berada pada angka terbaik untuk bersaing dengan negara Asia lainnya.
Padahal, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengklaim telah menyerap anggaran 2015 sebesar 94,4 persen.
Indonesia yang telah terkena dua kali krisis keuangan pada 1998 dan 2008, belum mampu menarik investasi infrastruktur ke tingkat sebelum krisis.
Nominal investasi infrastruktur di Indonesia meningkat hanya 3,5 persen dari gross domestic product (GDP).
Jumlah itu pun masih jauh dari China yang mencatat sebesar 8,5 persen, India 4,7 persen, dan Vietnam 10 persen.
Pemicu minimnya investasi infrastruktur tersebut adalah perubahan kebijakan seiring dengan munculnya pemerintahan baru.
Setiap lima tahun, diproduksi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan pengalaman terdahulu selalu ada saja target-target yang tidak tercapai.
"Hal tersebut menambah akumulasi backlog pemeliharaan dan pembangunan terbawa ke pemerintahan baru," jelas pengamat infrastruktur dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Harun Alrasyid Lubis, di Jakarta, Rabu (13/1/2016).
Selain itu, menurut Harun, isu lainnya adalah masalah psikologis yang kerap melanda garda depan (frontliner) proyek infrastruktur dan masalah finansial yang gap-nya terlalu besar.