Maurin mengatakan, setiap tahun ada 800 sampai 900 ribu rumah yang dibutuhkan dan saat ini baru 50 persen terpenuhi. Dari 250 juta jiwa penduduk Indonesia, hanya 20 persen yang mampu beli rumah. Adapun sisa 80 persennya tidak mampu atau perlu dibantu untuk memiliki hunian.
"Tahun depan dana untuk rumah subsidi dinaikkan jadi Rp 12,5 triliun. Tahun ini kan masih Rp 5,1 triliun," ujar Maurin.
Tak hanya itu. Pemerintah juga akan menambah subsidi uang muka dari Rp 2 juta menjadi Rp 4 juta. Sementara itu, Bapertarum juga akan menambah subsidinya menjadi Rp 4 juta dari sebelumnya Rp 2 juta. Jadi, total tambahan subsidi senilai Rp 8 juta.
Menanggapi hal itu, Ketua Umum Asosiasi Pengembang perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo mengatakan akan menambah target pembangunan rumah subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Jika tahun lalu sebanyak 65.000 unit, tahun ini para pengembang Apersi akan melipatgandakan menjadi 120.000 unit.
"Saya optimistis target itu tercapai kalau syaratnya jadi terlaksana. Pertama, kalau subsidi dari pemerintah benar dinaikkan. Kedua, kalau jadi terlaksana, bantuan uang muka dan subsidi dari Bapertarum juga sudah ditambah," kata Eddy.
Namun, Eddy mengakui, upaya mencapai target tersebut juga bukan tanpa tantangan. Ada lima kendala yang tetap harus dikawal dan dituntaskan tahun depan. Kelima hambatan itu adalah pembiayaan, perizinan dan sertifikasi, pajak, listrik, dan insentif. Terutama, lanjut dia, soal perizinan dan sertifikasi sebagai "penyakit lama" penghambat percepatan pembangunan rumah bersubsidi.
"Legalitas dan perizinan sertifikat di BPN terutama, itu yang akan terus kami dorong. Perizinan itu bak siluman. Barangnya ada, tapi tak kelihatan," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.