JAKARTA, KOMPAS.com - Efek Beragun Aset dengan bentuk Surat Partisipasi (EBA-SP) keluaran PT Sarana Multigriya Finansial (SMF), diyakini bisa menjadi salah satu sumber pembiayaan perumahan.
Oleh karena itu, Direktur Pembiayaan Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Maurin Sitorus, mengajak semua investor berperan aktif mendukung EBA-SP.
EBA-SP merupakan instrumen terbaru yang dikeluarkan oleh PT SMF, dan ditetapkan melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 23/POJK.04/2014 tentang Penerbitan dan Pelaporan Efek Beragun Aset Berbentuk Surat Partisipasi dalam rangka Pembiayaan Sekunder Perumahan. EBA–SP merupakan instrumen hasil sekuritisasi tagihan–tagihan KPR yang kemudian dijual kepada publik, melalui penawaran umum maupun tidak melalui penawaran umum.
"Dengan berinvestasi di EBA-SP berarti kita telah memberikan pahala dalam mendukung pembiayaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)," ujar Maurin dalam sosialisasi EBA-SP, di Hotel Borobudur, Selasa (11/8/2015).
Menurut Maurin, setiap tahun kebutuhan rumah mencapai 800.000 unit. Tingginya angka kebutuhan ini disebabkan pertambahan penduduk, dan urbanisasi. Sementara kebutuhan yang belum terpenuhi (backlog) sudah mencapai 13,5 juta unit dan rumah tidak layak huni mencapai 3,5 juta unit.
"EBA-SP harus didukung. Ini sumber pembiayaan yang dapat memecahkan masalah perumahan," imbuh Maurin.
Direktur Utama PT SMF, Raharjo Adisusanto, menambahkan, EBA-SP sebagai diversifikasi sumber pembiayaan perumahan dan peluang investasi bagi investor, sekaligus sebagai kado istimewa dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kepada PT SMF sebagai perusahaan pembiayaan sekunder perumahan satunya–satunya di Indonesia.
"Kami yang berhak melakukan sekuritisasi dengan menggunakan EBA–SP. Karena kami kami sebagai penerbitnya," tambah Raharjo.
Dia melanjutkan, PT SMF merupakan BUMN yang berhak melakukan sekuritisasi pertama kali di Indonesia yaitu sekuritisasi atas tagihan Bank BTN sebagai mitra kerja. Sejak awal SMF berperan sebagai penata sekuritisasi yang melakukan penstrukturan dan pengecekan full aset atau tagihan kredit pemilikan rumah (KPR) yang akan dijual dan memilih yang terbaik di antaranya.
"Kami mendapatkan tugas dan arahan dari Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia untuk menjaga agar sekuritisasi di Indonesia dalam hal ini sekuritisasi tagihan KPR bisa aman sampai lunas. Untuk itu, tugas dan tanggung jawab ini kami jaga dengan benar," tegas Raharjo.
Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank Otoritas Jasa Keuangan (IKNB-OJK), Dumoly F Pardede, menimpali, sebagai pemain industri keuangan non-bank yang berkarakter investor jangka panga (long term investor), SMF harus punya tanggung jawab kolektif di bidang perumahan.
Pasalnya, pasokan atau ketersediaan rumah layak huni, dan terjangkau masih menajdi persoalan. Banyak masyarakat tidak mendapatkan rumah karena terbatasnya pasokan, sementara kebutuhan tinggi. Akibatnya, kenaikan harga tidak karuan karena pasokan, dan kebutuhan tidak bertemu wajar.
"Pembangunan sangat banyak, namun pembiayaan tidak ada," cetus Dumoly.
Karena itu, dia mengimbau semua pihak agar mendiskusikan bersama konsep bangsa terkait perumahan, karena kalau perumahan hancur, maka akan terjadi dampak luas. Pasokan tidak ada, permintaan tinggi, celah ini akan dimanfaatkan pengembang, dan investor asing.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.